Elffie Chew dan Low De Wei - Bloomberg News
Bloomberg, Kemerosotan sektor properti di China diperkirakan akan berlangsung selama beberapa tahun. Kurangnya transaksi di sektor ini kemungkinan juga tidak akan berakhir dalam waktu dekat, karena kepercayaan investor terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu telah berkurang.
"Sektor properti di China kemungkinan akan memerlukan pemulihan berkelanjutan selama beberapa tahun," ungkap Martin Siah, salah satu kepala perbankan investasi real estate untuk kawasan Asia-Pasifik di Bank of America Corp. "Terlalu cepat untuk mengharapkan penyelesaian yang cepat terhadap masalah transaksi properti," katanya dalam sebuah wawancara.
Meskipun bank investasi Amerika Serikat (AS) ini tidak aktif di pasar real estate China, Siah mengatakan terdapat kurangnya transaksi di seluruh sektor, mulai dari pasar modal saham hingga merger dan akuisisi. "Sulit untuk melakukan transaksi, terutama di China," katanya. Dia menambahkan transaksi domestik maupun ke luar negeri sulit dilakukan.
Penilaian ini menggarisbawahi pesimisme di kalangan pengamat pasar terhadap laju pemulihan bagi para pengembang properti di China. Meskipun telah banyak langkah yang diambil oleh para pembuat kebijakan untuk meningkatkan kepercayaan, termasuk mendorong bank-bank untuk meningkatkan pendanaan bagi sektor ini. Kemerosotan properti menjadi salah satu faktor yang mendorong penurunan outlook utang negara oleh Moody's Investors Service.
"Kepercayaan investasi perlu kembali dan akan membutuhkan waktu," kata Siah.
Sebaliknya, dia bersikap optimis terhadap real estate di Jepang dengan menunjuk pada daya tarik seperti inflasi yang sehat dan reformasi perusahaan. Hal ini telah membantu menarik sejumlah investor dari Blackstone Inc hingga EQT AB dari Swedia.
Untuk hedge fund (dana lindung nilai) yang berupaya memindahkan modal dari China karena risiko geopolitik, "tidak banyak negara dengan perekonomian besar lain" yang dapat dipilih di Asia, kata Siah. Dia memberikan contok sektor real estate India, yang memerlukan waktu untuk menggunakan dana besar. Akan tetapi, Jepang masih memiliki "beberapa peluang lain," katanya.
Secara lebih luas, Siah memperkirakan transaksi real estate di wilayah Asia-Pasifik akan pulih tahun depan. Perkiraan ini seiring dengan bank-bank sentral mulai mengurangi kenaikan suku bunga dan memberikan lebih banyak kejelasan tentang keputusan di masa depan.
Menurut data yang dikompilasi oleh Bloomberg, transaksi M&A di sektor real estate Asia-Pasifik telah turun sekitar 39% menjadi $102,3 miliar sepanjang tahun ini dibandingkan dengan 2022.
REIT Singapura
Siah, yang juga menjabat sebagai eksekutif negara Bank of America untuk Singapura, mengatakan dia optimis tentang sektor dana investasi real estate (REIT) yang "sangat oversold" di pusat keuangan ini. Meskipun sektor ini merupakan "salah satu pasar REIT yang paling banyak terjual di dunia sejak awal tahun lalu."
Indeks FTSE dari REIT yang terdaftar di Singapura telah turun sekitar 20% sejak akhir 2021, yang menurut Siah disebabkan oleh eksposur lebih besar terhadap real estate AS dan China.
Namun, dia memprediksi bahwa gelombang merger di sektor ini, yang telah mencapai sekitar $60 miliar dolar Singapura sejak pertemuan pertama pada 2018, akan berakhir. "Kami tidak memperkirakan gelombang ini akan terus berlanjut karena merger saham seperti ini sangat rentan terhadap volatilitas harga saham."
(bbn)