Penetapan tanggal pemilu ini menyusul pembubaran parlemen oleh Anutin pekan lalu untuk mencegah pemerintahan minoritasnya digulingkan lewat pemungutan suara mosi tidak percaya.
Anutin berkuasa selama sekitar tiga bulan setelah pendahulunya, Paetongtarn Shinawatra, diberhentikan oleh pengadilan karena pelanggaran etik dalam menangani sengketa perbatasan dengan Kamboja.
Thailand diguncang gejolak politik dan pergantian kepemimpinan sejak pemerintahan yang didukung militer selama hampir satu dekade pada 2023 berakhir. Anutin menjadi politikus ketiga yang memimpin negara tersebut.
Gejolak ini telah membebani pertumbuhan ekonomi negara—yang diproyeksikan hanya sekitar 2% tahun ini—kurang dari setengah laju pertumbuhan negara tetangga, seperti Indonesia, Filipina, dan Vietnam.
Lanskap ekonomi yang rapuh mengurangi minat investor terhadap aset Thailand. Investor asing diperkirakan akan menjadi penjual bersih saham Thailand untuk tahun ketiga berturut-turut. Indeks acuan SET, yang anjlok 9% tahun ini, menjadi indeks saham dengan kinerja terburuk di Asia setelah investor asing menjual US$3,3 miliar saham.
Sebaliknya, baht menguat 8,5% tahun ini ke level tertinggi empat tahun terhadap dolar, berkat melemahnya dolar AS secara luas. Hal ini kini mengancam ekspor dan pariwisata Thailand, dua pilar utama perekonomiannya.
Manfaatkan Nasionalisme
Mantan taipan bisnis dan pendukung liberalisasi ganja, Anutin mengambil sikap keras dalam konflik dengan Kamboja dan menolak tekanan dari pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump, untuk menghentikan serangan.
Partai Bhumjaithai yang konservatif dan sekutunya bertaruh bahwa semangat nasionalisme akan membantu mereka melawan kritik atas respons yang lambat dan tidak merata dalam menangani banjir terparah di selatan dalam puluhan tahun terakhir bulan lalu.
Meski telah mempertaruhkan segalanya pada pemilu dini, Anutin hanya mendapat dukungan sekitar 12% responden dalam survei nasional yang dirilis pekan ini, turun dari sekitar 20% tiga bulan lalu.
Menurut survei Institut Administrasi Pembangunan Nasional pada 4-12 Desember, warga Thailand mengaku mereka tidak percaya ada kandidat PM yang layak. Jumlahnya melonjak drastis dari 27% menjadi hampir 41%.
Hampir setengah responden dalam survei lain oleh Institut King Prajadhipok mengatakan situasi politik lokal sedang memburuk.
Pemilu diperkirakan akan menjadi pertarungan antara Partai Bhumjaithai yang dipimpin Anutin dan Partai Rakyat Progresif yang dipimpin Natthaphong Ruengpanyawut, yang secara konsisten memimpin jajak pendapat popularitas.
Kandidat terkuat ketiga adalah Partai Pheu Thai yang didukung oleh keluarga miliarder Thaksin Shinawatra, yang telah mendominasi politik Thailand selama sebagian besar abad ini.
Pheu Thai mengalami penurunan popularitas setelah Paetongtarn digulingkan dan Thaksin ditahan untuk menjalani hukuman penjara sebelumnya. Menurut para analis, partai ini masih berpotensi menjadi pemain kunci dalam pembentukan pemerintahan jika Bhumjaithai atau Partai Rakyat gagal memperoleh suara mayoritas.
(bbn)






























