Hery mengatakan kinerka perbankan berpotensi membaik pada 2026, tetapi tekanan marjin dan risiko kredit tetap tinggi. Perbanas mencatat terdapat lima hal yang menjadi hambatan.
Pertama, pertumbuhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih terbatas. Perbanas menilai UMKM menghadapi biaya produksi yang tinggi dan pemulihan permintaan yang belum merata, sehingga risiko kredit tetap tinggi.
Kedua, net interest margin (NIM) dan profitabilitas masih tertekan. Perbanas mengatakan penurunan suku bunga, kompetisi dana pihak ketiga, kenaikan biaya digitalisasi dan keamanan siber menekan marjin dan profit bank secara struktural.
Ketiga, risiko siber meningkat. Frekuensi dan kompleksitas serangan siber meningkat dan tak terduga dengan standar Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia atas ketahanan siber makin ketat.
Keempat, dampak ketidakpastian global. Perbanas menilai fragmentasi geopolitik, pelemahan perdagangan global dan volatilitas komoditas berpotensi menekan kualitas kredit sektor ekspor dan impor.
Kelima, daya beli kelas menengah dan bawah belum pulih. Perbanas menilai konsumsi masih rentan terhadap inflasi pangan dan biaya hidup yang tinggi menahan pertumbuhan kredit mikro.
Di sisi lain, Perbanas juga melihat lima hal yang menjadi peluang. Pertama, penurunan suku bunga BI Rate yang berlanjut. Perbanas menilai pelonggaran kebijakan moneter menurunkan cost of fund dan suku bunga kredit sehingga memperbaiki permintaan kredit. Kedua, likuiditas perbankan tetap longgar. Perbanas menilai pertumbuhan DPK yang stabil dan aliran dana yang solid memberi ruang ekspansi kredit yang lebih besar.
Ketiga, pemulihan daya beli masyarakat. Perbanas menilai bantuan sosial yang terarah dan perbaikan pasar tenaga kerja yang mendukung konsumsi serta memberikan stimulasi kredit konsumsi dan UMKM. Keempat, momentum investasi berlanjut. Kelima, digitalisasi perbankan.
Pertumbuhan Tak Agresif pada 2025
Hery mengatakan pertumbuhan industri perbankan tidak agresif pada tahun ini. Dari sisi aset, pertumbuhannya hanya 9,43% secara tahunan (year-on-year/yoy) per Juni 2025. Kemudian, kredit hanya tumbuh 7,7% (yoy) pada Agustus 2025.
"Loan to deposit ratio berada di angka sekitar 84,2%, dan LDR yang rendah ini menunjukkan bahwa bank itu punya duit likuid. Jadi kalau LDR-nya tinggi, artinya bank sangat agresif untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit. Ini masih banyak ruang untuk melakukan pembiayaan atau menyeluruhkan kredit," ujarnya.
"Dari sisi net interest margin rata-rata perbankan mencapai angka sekitar 4,58%, dan kabar baiknya yang menarik itu adalah capital adequacy ratio permodalan perbankan 26,2%."
(ain)
































