Logo Bloomberg Technoz

Khairul mengakui jauh sebelum ultimatum Purbaya, dampak kebijakan tegas pemerintah terhadap importir ilegal barang bekas sudah dirasakan nyata. Ia menyebut belakangan ini kesulitan mendapatkan pasokan barang telah berlangsung selama satu hingga dua bulan terakhir.

"Pastinya terhambat. Orang sebenarnya mau nyetok barang lihat keadaan. Tetapi karena barang tidak memungkinkan, jadi barangnya enggak ada. Jadi enggak mungkin restock juga," jelasnya.

Situasi ini diperparah penindakan dan pembakaran barang-barang ilegal yang marak diberitakan, menciptakan iklim ketakutan di rantai pasok. "Ada ketakutan terbaru juga. Ya, karena kan sudah dilihat juga di berita kan [barang thrifting] yang dibakar, ditangkap yang ilegal itu ratusan, jadi berimbasnya ke kita juga," ujarnya.

Omzet Terjun Bebas hingga 50%

Sebelum adanya penindakan yang intensif, Khairul menyebut omzet kotor hariannyauntuk toko yang berlokasi strategis di tengah pasar—bisa mencapai Rp4 juta hingga Rp5 juta. Namun, kondisi saat ini berbalik drastis.

"Sekarang Rp2–3 juta paling. Separuh dari penghasilan awal itu," akunya.

Penurunan omzet ini juga didorong oleh munculnya penjual pakaian bekas di berbagai platform media sosial, yang juga menjadi basis pelanggan utama mereka

"Pertama di platform-platform kayak media itu sudah banyak juga kan [jualan] kalau barang-barang second udah banyak juga. Lagian pelanggan kita sebagian dari situ juga ada," kata Khairul, yang merasa kebijakan ini bisa mengancam basis pelanggannya.

Colon pembeli melihat baju thrift (pakaian bekas impor) di Pasar Jaya Senen, Jakarta, Kamis (23/10/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Ia menambahkan, kesulitan ekonomi saat ini membuat pakaian bekas dengan harga terjangkau dan kualitas baik menjadi incaran masyarakat. "Orang nyari pakaian murah, kualitas juga bagus."

Khairul memaparkan bahwa biaya modal untuk mendapatkan satu bal pakaian bekas impor juga sudah terkerek naik akibat kelangkaan barang. "Sekarang bisa naik Rp1–2 [juta] karena gara-gara gitu tadi, ada barang yang dibakar tadi, isu-isu itu. Jadi barang itu susah, terus harga tetap naik," katanya.

Menanggapi rencana Purbaya yang juga akan mengenakan denda kepada pemesan barang ilegal, Khairul mengaku tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Sebagai pengecer, dia hanya berurusan dengan pemasok dari gudang-gudang besar.

Di tengah himpitan regulasi dan kesulitan ekonomi, Khairul menyampaikan harapannya kepada pemerintah. Dia mendukung adanya bisnis thrifting karena manfaatnya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Ya bagusnya thrifting itu harus tetap ada karena bisa dari rakyat menengah ke bawah bisa merasakan yang gimana barang yang bagus, yang biasa ada," tuturnya.

Menkeu Purbaya. (Bloomberg Technoz)

Namun, dia menyoroti ketidakpastian implementasi kebijakan pajak. "Buat pemerintah itu yang namanya barang bekas makin dipajakkin, ya gimana, enggak mungkin dalam satu bal itu dipakein pajak. Kita enggak tahu juga ya gimana caranya," keluhnya.

Khairul juga mengkritik minimnya komunikasi dari pemerintah. Ia mengaku tidak pernah ada sosialisasi langsung atau dialog formal mengenai kebijakan tersebut.

"Dari pemerintah kalau di sini sudah dibilang enggak ada ya. Paling pemerintah itu cuma reuni-reuni gitu doang," tutupnya.

(ain)

No more pages