Netty menambahkan, intervensi lingkungan dan edukasi masyarakat harus menjadi bagian integral dari strategi pengendalian. “Gerakan pembersihan sarang nyamuk, pengelolaan genangan air, serta sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat harus digencarkan. Keterlibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat desa sangat penting untuk mendorong partisipasi warga,” katanya.
Netty lantasa meminta pemerintah pusat tidak hanya fokus pada penanganan jangka pendek, tetapi juga menyiapkan strategi jangka panjang dalam mempertahankan status eliminasi malaria.
“Kita perlu memastikan kesiapsiagaan yang berkelanjutan, bukan sekadar mengatasi ledakan kasus sesaat. Ini termasuk memperkuat riset, memperluas edukasi, serta menyiapkan skema pembiayaan kesehatan yang memadai,” pungkas dia.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) sebelumnya telah mengungkap bahwa peningkatan kasus signifikan malaria di Primo berasal dari pekerja tambang. Padahal, kawasan Primo ini telah mendapatkan sertifikasi status elimnasi bebas malaria pada tahun 2024. Di tahun 2025 kabupaten justru sepanjang Januari hingga Agustus terdapat 168 kasus yang akhirnya membuat pemerintah setempat menetapkan kasus kejadian luar biasa (KLB).
(wep)































