Logo Bloomberg Technoz

Level itu juga jadi yang terlemah sejak Mei silam. Rupiah offshore bahkan sempat menembus Rp16.522/US$ pada pukul 06:06 WIB.

Pergerakan rupiah NDF offshore itu seringkali mencerminkan yang juga akan terjadi di pasar spot. Setelah kemarin ditutup melemah di Rp16.455/US$, mengindikasikan jebolnya level support terdekat yang bila tekanan tak terhenti akan membawa rupiah menembus level psikologis Rp16.500/US$ lagi.

Di Asia di awal perdagangan hari ini, sebagian valuta yang sudah ditransaksikan di zona merah, tergerus oleh the greenback.

Won menjadi yang terlemah bersama baht dan ringgit dan dolar Hong Kong. Sedangkan yen, dolar Singapura, yuan offshore

Sementara bursa saham Asia pagi, sebagian yang sudah dibuka di Jepang dan Korea Selatan, berwarna merah seiring kewaspadaan pasar menjelang tenggat waktu berlakunya tarif resiprokal AS. 

Di pasar surat utang global, yield US Treasury, surat utang AS, naik terbatas di semua tenor pagi ini. Sedangkan surat utang Jepang, JGB, yield-nya turun di semua tenor seperti ditunjukkan data Bloomberg pagi ini.

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren pelemahan di zona merah, dibayangi sejumlah sentimen , dengan target pelemahan menuju level Rp16.480/US$ yang merupakan support pertama dengan target pelemahan kedua akan tertahan di Rp16.500/US$.

Apabila kembali break kedua support tersebut, rupiah berpotensi melemah lanjutan dengan menuju level Rp16.510/US$ hingga Rp16.550/US$ sebagai support terkuat.

Jika nilai rupiah terjadi penguatan hari ini, resistance menarik dicermati ada pada level di kisaran Rp16.400/US$ dan selanjutnya Rp16.350/US$ hingga Rp16.300/US$ potensial.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Jumat 1 Agustus 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Kalender ekonomi padat

Hari ini akan ada begitu banyak rilis data penting yang akan mempengaruhi pergerakan pasar. Selain tenggat waktu berlakunya tarif AS di mana Trump menerapkan tarif 10%-15% untuk negara-negara yang belum mencapai kesepakatan, data manufaktur dan laporan pekerjaan AS juga ditunggu pasar. 

AS akan melaporkan data Nonfarm Payroll yang mencerminkan kondisi pasar kerja dan berdampak pada prospek kebijakan bunga acuan Federal Reserve. Data manufaktur dan keyakinan konsumen juga ditunggu.

Sedangkan dari dalam negeri, hari ini Badan Pusat Statistik akan menggelar konferensi pers mengumumkan data inflasi Juli serta kinerja dagang ekspor impor pada bulan Juni. Pagi ini, data aktivitas manufaktur Indonesia diumumkan.

S&P Global melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Untuk periode Juli, PMI manufaktur Indonesia ada di 49,2.

PMI di bawah 50 menandakan aktivitas yang mengalami kontraksi, bukan ekspansi. Kini, aktivitas manufaktur Indonesia sudah berada di zona kontraksi selama 4 bulan berturut-turut.

Selain Indonesia, data PMI manufaktur beberapa negara juga akan diumumkan hari ini yaitu China, Prancis, Jerman, Brasil, Zona Euro, India sampai Jepang.

Intervensi Bank Indonesia

Melihat potensi pelemahan lebih lanjut rupiah, Bank Indonesia kemungkinan akan meningkatkan kesiagaan di pasar setelah pada perdagangan kemarin ketika rupiah hadapi tekanan besar, bank sentral mengintervensi di berbagai penjuru.

Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Erwin Hutapea mengatakan, Bank Indonesia mengintervensi pasar dalam negeri, maupun luar negeri untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Intervensi dilakukan di pasar valas spot, NDF domestik, NDF offshore, juga di pasar surat utang negara.

"Bank sentral memastikan stabilitas rupiah sesuai nilai fundamentalnya melalui berbagai langkah di pasar," kata Erwin.

Erwin mengatakan, pelemahan nilai rupiah hari ini adalah akibat kenaikan lagi pamor dolar AS setelah hasil pertemuan The Fed serta pernyataan bernada hawkish oleh Gubernur The Fed Jerome Powell tentang prospek kebijakan suku bunga AS.

Bank Indonesia menilai, pelemahan rupiah saat ini masih sejalan dengan mata uang sejenis di emerging market. 

"Rupiah bergerak sejalan dengan mata uang regional lain yan melemah terutama karena penguatan dolar AS secara luas menyusul keputusan The Fed yang relatif agresif untuk mempertahankan Fed fund rate serta data terbaru ekonomi AS yang kuat di tengah tarif Trump. Hal itu berpotensi mempengaruhi aset berisiko, termasuk mata uang negara berkembang," jelas Erwin.

Bukan cuma rupiah yang tertekan kemarin. Arus jual juga membesar di pasar surat utang negara. Yield SUN 2Y seperti dilansir data Bloomberg, naik hingga 4,4 bps. Sedangkan tenor 5Y naik 2,9 bps dan tenor 10Y naik 1,6 bps.

Adapun di pasar saham, arus jual asing menghebat dengan nilai net sell mencapai US$ 76,5 juta, sekitar Rp1,25 triliun pada perdagangan hari Kamis kemarin. Angka penjualan saham oleh asing itu adalah yang tertinggi sejak 20 Juni silam.

Di pasar surat utang, data terakhir per 30 Juli menunjukkan asing juga melanjutkan aksi jual SUN senilai US$ 94,8 juta, setara Rp1,55 triliun, memperpanjang arus jual hingga empat hari beruntun.

(rui)

No more pages