Menurut Media, basis perhitungan kemiskinan yang digunakan BPS sebagai acuan DTSEN tergolong rendah. Akibatnya, masyarakat rentan miskin yang dinilai tetap membutuhkan bansos dan LPG bersubsidi menjadi terlupakan.
“Mereka yang paling terdampak karena beban pengeluarannya meningkat dan implikasinya daya belinya turun, shrinking middle class bisa lebih parah karena daya beli menurun dan konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama ekonomi juga akhirnya menurun,” ungkap Media.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai rencana pengetatan pembelian LPG 3 Kg perlu dilakukan melalui beberapa skema. Dia memandang kebijakan tersebut tidak dapat diterapkan secara tiba-tiba, tanpa masa transisi yang memadai.
Sebab basis data yang dimiliki pemerintah dikhawatirkan belum memasukkan masyarakat kelas menengah bawah, utamanya yang tidak menerima bansos, sebagai pihak yang berhak membeli LPG 3 Kg.
“Ada kelompok yang selama ini tergolong sebagai kelas rentan bukan miskin menurut data, tetapi juga tidak cukup mampu menanggung harga LPG nonsubsidi,” kata Badiul.
Untuk itu, dia pun meminta pemerintah memverifikasi dan memutakhirkan DTSEN sebelum kebijakan pembatasan LPG berlangsung. Fase transisi kebijakan juga dinilai penting untuk menghindari kepanikan serentak masyarakat.
“Efektivitasnya sangat tergantung pada validitas data penerima, terutama terkait pembaharuan data,” tegas dia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menunggu data penerima bansos yang dihimpun BPS sebagai persiapan kebijakan pembatasan pembelian LPG 3 Kg pada 2026.
“Nanti ada sistem yang lagi dibuat. Maksudnya BPS saja kan belum pas, gitu lah. Data-data kita lagi kurang begitu. Akan tetapi, mudah-mudahan lebih tepat [sasaran] lah,” kata Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Migas ESDM Tri Winarno kepada awak media di kantornya, Kamis (24/7/2025).
Tri menyebut rencana kebijakan pembatasan LPG 3 Kg telah dikaji secara mendalam. Dia pun meyakini data yang dimiliki BPS dapat membuat komoditas subsidi itu menjadi lebih tepat sasaran.
“Nanti berdasarkan data-data apakah saya layak atau tidak untuk beli itu, gitu-gitu loh,” tegasnya.
Sebelumnya, pemerintah diketahui tengah berencana memperketat pembelian LPG 3 Kg atau 'Gas Melon' mulai tahun depan. Nantinya, pembeli Elpiji miin itu hanya dikhususkan bagi masyarakat penerima bansos.
Hal ini diungkap oleh anggota Panitia Kerja (Panja) Banggar DPR Marwan Cik Asad dalam rapat kesepakatan arah kebijakan subsidi energi dalam asumsi dasar makro dan postur fiskal Tahun Anggaran 2026, Selasa (22/7/2025).
"Melanjutkan upaya transformasi subsidi LPG tabung 3 kg tepat sasaran menjadi berbasis penerima manfaat dan terintegrasi dengan data yang akurat," tulis laporan tersebut.
"Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendataan pengguna LPG 3 Kg berbasis teknologi sehingga tercantum dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional [DTSEN]."
Rencana tersebut, kata Marwan, dilakukan sebagai bagian dari upaya efektivitas dan reformasi kebijakan subsidi dalam ketepatan sasaran, peningkatan transparansi dan akuntabilitas hingga kondisi perekonomian nasional.
Namun, dia menggarisbawahi pelaksanaan tranformasi tersebut nantinya akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Untuk diketahui, alokasi subsidi LPG dalam APBN 2025 adalah Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp85,6 triliun. Sementara alokasi subsidi BBM dalam APBN 2025 adalah Rp26,7 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp21,6 triliun.
(azr/wdh)
































