Logo Bloomberg Technoz

Lebih lanjut, Eniya mengelaborasi kebutuhan biaya produksi biodiesel saat ini makin meningkat seiring dengan tahapan pengembangan yang telah mencapai B40 dan akan segera ditingkatkan menjadi B50.

Selain karena disparitas antara harga solar dan CPO yang makin lebar, dia mengatakan kenaikan pungutan ekspor (PE) CPO menjadi sebesar 10% juga berdampak pada turunnya setoran dana PE kepada BPDPKS yang digunakan untuk membiayai produksi biodiesel.

Sekadar catatan, pemerintah resmi menaikkan tarif PE CPO beserta produk turunannya dari 7,5% menjadi sebesar 10% sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 30/2025, sebagai bagian dari tujuan peningkatan produktivitas perkebunan sawit dalam negeri.

Tarif PE CPO yang baru tersebut berlaku efektif per Sabtu 17 Mei, alias 3 hari sejak tanggal diundangkan pada 14 Mei 2025.

Terkait dengan kelanjutan target mandatori B50 pada 2026, Eniya belum bisa menyimpulkan. Kebijakan tersebut masih harus melalui persetujuan dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

“Itu nanti izin di Pak Menteri ESDM. Belum pembahasan sampai situ,” tuturnya. 

Ditemui pada kesempatan yang sama, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengamini kebutuhan biaya ‘subsidi’ biodiesel pada 2025 melampaui ekspektasi akibat harga CPO yang relatif stabil tinggi.

“Karena gap-nya lebar, pengeluaran untuk insentif [biodiesel] itu makin besar, lebih besar daripada yang diproyeksikan untuk 2025—2025. Itu kami revisikan,” ujarnya.

Sekadar catatan, ‘subsidi’ biodiesel untuk program B40 pada tahun ini diproyeksikan sekitar Rp35,5 triliun, naik dari realisasi sepanjang 2023 senilai Rp26,23 triliun untuk menyokong program B35.

Alokasi ‘subsidi’ biodiesel pada 2025 hanya dibatasi untuk biodiesel segmen public service obligation (PSO) sebanyak 7,55 juta kiloliter (kl) dari total target produksi B40 tahun ini sebanyak 15,6 juta kl.

Realisasi produksi biodiesel di Indonesia sampai dengan 2024./dok. Kementerian ESDM

S&P Global sebelumnya memperkirakan Indonesia dapat mengantongi US$1,4 miliar—US$2,1 miliar untuk mendanai biodiesel B40 dengan skema pungutan ekspor CPO yang baru.

Berdasarkan laporan Global Biofuels Special Report yang dilansir medio April, S&P Global Commodity Insights memperkirakan harga CPO pada 2025 berada di rentang US$800—US$1.100 per ton.

“Dengan demikian, berdasarkan struktur pungutan ekspor [PE] CPO yang baru, Pemerintah Indonesia bisa mengumpulkan sekitar US$1,4 hingga US$2,1 miliar,” papar lembaga tersebut.

Untuk membiayai mandatori B40, S&P memperkirakan Indonesia akan membutuhkan pendanaan dari BPDPKS setidaknya senilai US$1,7 miliar.

Adapun, untuk memenuhi kebutuhan tersebut dari pungutan ekspor, dibutuhkan harga referensi minyak sawit rata-rata sebesar US$930 per ton, dengan catatan kinerja ekspor CPO tidak terganggu.

Volume ekspor CPO Indonesia pada 2024, padahal, hanya mencapai 21,6 juta ton alias terjerembap 17,33% dari realisasi tahun sebelumnya.

“Indonesia sangat mungkin mencapai mandatori B40 pada 2025 karena ada pertumbuhan yang kuat dalam produksi minyak sawit, dengan sekitar 1,8 juta metrik ton tersedia untuk produksi biodiesel,” tulis laporan tersebut.

Menurut catatan S&P, RI berhasil mengumpulkan US$2,3 miliar dari pungutan ekspor CPO pada 2023 dan mendanai biodiesel B35 sebesar US$1,37 miliar dalam bentuk 'subsidi'.

Di dalam laporannya, S&P juga memperkirakan permintaan biodiesel B40 mencapai 12 juta ton pada 2025, naik dari realisasi konsumsi B35 sebanyak 10 juta ton tahun lalu.

“Permintaan tambahan untuk biodiesel yang diakibatkan oleh peningkatan mandat pencampuran akan menunjukkan tambahan 1,9 juta metrik ton minyak sawit yang akan dialihkan untuk produksinya,” tulis mereka

Ketersediaan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel juga dinilai tidak akan menjadi masalah, lantaran produksi diperkirakan meningkat dari 48,0 juta metrik ton pada 2024 menjadi 50,1 juta metrik ton pada 2025.

Prospek peningkatan produksi CPO tersebut ditopang oleh potensi pemulihan tingkat hasil panen di tengah prospek cuaca yang membaik dan ketersediaan pupuk yang lebih baik.

Sekadar catatan, Indonesia menyumbang 60% produksi minyak sawit secara global, diperkirakan mencapai 50 juta metrik ton, dan merupakan konsumen biodiesel terbesar di kawasan Asia-Pasifik.

-- Dengan asistensi Sultan Ibnu Affan

(wdh)

No more pages