Logo Bloomberg Technoz

Meski demikian, Meutya juga mengingatkan bahwa adopsi AI harus dibarengi tanggung jawab etis dan keberpihakan pada kepentingan publik. "Jika kita ingin memajukan masa depan, maka teknologi bukan sekadar pilihan bagi Indonesia—kita harus mengambil peran aktif, melalui adaptasi dan juga kepemimpinan dalam arah transformasi digital di kawasan."

Merujuk pada AI Index 2021, Meutya memaparkan bahwa investasi global di bidang AI melonjak dari US$3,9 miliar pada 2022 menjadi US$33,9 miliar pada 2024. Pertumbuhan ini diyakini akan mendorong potensi ekonomi global hingga US$7 triliun pada 2030, serta membuka 40% lapangan kerja baru di berbagai sektor.

Dalam konteks regional, kawasan Asia Pasifik dinilai menjadi pusat pertumbuhan adopsi teknologi AI generatif (GenAI), di mana tercatat 60% perusahaan di Asia telah membuktikan nilai bisnis dari GenAI, 49% meyakini potensinya, dan 35% sedang berada dalam tahap uji coba.

Sebagai perbandingan, Meutya mengatakan jika adopsi GenAI di AS dan Uni Eropa masih lebih rendah. Di AS, 60% startup telah memiliki kapabilitas, namun 33% masih dalam tahap eksperimen. Sementara di Uni Eropa, hanya 12% perusahaan yang benar-benar siap, dan 47% baru melihat potensi.

China, India, Australia, dan Selandia Baru tercatat sebagai pelopor adopsi AI di kawasan dengan tingkat adopsi mencapai 70-75%. Negara-negara Asia Timur mencatat angka 67%, sementara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berada di angka 65%.

"Saya melihat ASEAN memiliki potensi besar dalam pengembangan teknologi AI. Kawasan ini memiliki ratusan juta penduduk serta banyak kreator, yang berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan transformasi digital," pungkasnya.

(prc/wep)

No more pages