Lantas bagaimana ‘ramalan’ harga batu bara untuk minggu ini? Apakah bisa naik lagi atau malah mengalami koreksi?
Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), batu bara masih tersangkut di zona bearish. Tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 48.
RSI di bawah 50 mengindikasikan suatu aset sedang berada di posisi bearish. Namun RSI batu bara tidak jauh dari 50, jadi boleh dikatakan masih netral.
Sedangkan indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 100. Paling tinggi, sangat jenuh beli (overbought).
Dengan kenaikan yang sudah cukup tajam akhir-akhir ini, harga batu bara pun berisiko mengalami koreksi. Target support terdekat adalah US$ 104/ton yang merupakan Moving Average (MA) 5. Jika tertembus, maka MA-10 di US$ 100/ton bisa menjadi target berikutnya.
Adapun target resisten terdekat ada di US$ 108/ton. Penembusan di titik ini berpotensi mendongkrak harga batu bara menuju US$ 112/ton.
Masih Negatif
Secara umum, harga batu bara masih berada dalam tren negatif. Sepanjang 2025 (year-to-date), harga ambruk nyaris 15%.
Selain karena pasokan yang melimpah, sentimen negatif bagi batu bara datang dari kesadaran akan kelestarian lingkungan yang makin tinggi. Batu bara kian sulit mendapat tempat, terutama di negara-negara maju.
Bloomberg News memberitakan, Republik Irlandia menjadi negara terbaru yang resmi mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bertenaga batu bara. Pekan lalu, Irlandia menutup PLTU di Country Clare yang sudah beroperasi lebih dari 4 dekade.
“Ini adalah akhir batu bara di Irlandia. Sekaligus menjadi awal bagi masa depan energi yang lebih bersih,” tegas Faddy Hayes, CEO ESB, dalam pernyataan tertulis.
Tenaga angin akan menggantikan peran batu bara. Kini, lebih dari sepertiga listrik di Irlandia sudah dipasok oleh pembangkit tenaga angin.
(aji)































