Di Asia, mata uang yang masih menguat terhadap dolar AS sejauh ini hanya yuan offshore, dengan penguatan tipis 0,02%.
Sentimen risk-off di pasar kembali menguat akibat kekhawatiran yang meningkat akan kemungkinan terlibatnya Amerika Serikat (AS) ke pusaran konflik antara Israel dan Iran.
Laporan Bloomberg yang dirilis hari ini mengatakan, para pejabat senior AS tengah mempersiapkan kemungkinan menyerang Iran dalam beberapa hari ke depan, menurut sumber yang mengetahui masalah ini, menandakan bahwa Washington sedang menyiapkan infrastruktur untuk terlibat langsung dalam konflik dengan Teheran.
Situasi masih terus berkembang dan dapat berubah, kata sumber-sumber tersebut, yang minta identitasnya dirahasiakan karena membahas pembicaraan tertutup.
Beberapa sumber merujuk pada rencana potensial untuk menyerang pada akhir pekan. Para pejabat tinggi di sejumlah lembaga federal juga sudah bersiap untuk melancarkan serangan.
Presiden Donald Trump selama berhari-hari secara terbuka mempertimbangkan untuk memerintahkan serangan terhadap Iran, yang telah terlibat dalam perang dengan Israel selama hampir sepekan.
Perkembangan terakhir itu telah melejitkan harga minyak jenis WTI dan Brent yang melompat masing-masing 1% dan 0,83% sejauh ini, meski masih di bawah US$ 80 per barel.
Eskalasi konflik di Timur Tengah yang meningkat, terlebih bila AS benar-benar melakukan serangan ke Iran, akan mengguncang pasar makin hebat.
Apalagi setelah tadi malam pasar mendapati pernyataan bernada hawkish dari Gubernur Federal Reserve, bank sentral AS, Jerome Powell yang mengatakan potensi kenaikan inflasi ke depan akibat kebijakan tarif. Hal itu bisa menyusutkan peluang penurunan suku bunga The Fed di sisa tahun ini.
(rui)





























