Logo Bloomberg Technoz

Melemahnya IHSG merupakan efek secara langsung dari dropnya sejumlah saham Big Caps. Pelemahan saham-saham unggulan, Rabu (18/62026) di Sesi I.

  1. Amman Mineral Internasional (AMMN) mengurangi 10,32 poin
  2. Bank Central Asia (BBCA) mengurangi 10,27 poin
  3. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mengurangi 6,15 poin
  4. Bank Mandiri (BMRI) mengurangi 4,42 poin
  5. Barito Renewables Energy (BREN) mengurangi 2,86 poin
  6. Kalbe Farma (KLBF) mengurangi 2,25 poin
  7. GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) mengurangi 2,17 poin
  8. Bank Negara Indonesia (BBNI) mengurangi 1,81 poin
  9. Bumi Resources Minerals (BRMS) mengurangi 1,25 poin
  10. Indah Kiat Pulp and Paper (INKP) mengurangi 1,02 poin

BI Rate Diramal Tetap 5,50%

Perhatian investor tertuju dan berfokus ke Thamrin di mana kantor pusat Bank Indonesia berada. Gubernur Perry Warjiyo dan kolega sudah menggelar pertemuan sedari kemarin, dan akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur, pada siang hari nanti.

RDG BI yang telah digelar sejak kemarin dan dijadwalkan akan mengumumkan keputusan siang nanti, diperkirakan akan menghasilkan vonis 'Tahan' untuk BI Rate tetap di level 5,50%.

Mengacu konsensus yang dihelat oleh Bloomberg, sebanyak 26 dari 35 Ekonom/ Analis yang disurvei, memperkirakan BI Rate akan tetap di 5,50%. Namun, 9 orang di antaranya masih memperkirakan BI Rate berpeluang dipangkas 25 bps menjadi 5,25%.

Konsensus Bloomberg: BI Rate (Bloomberg)

Artinya, konsensus pasar untuk keputusan RDG BI hari ini tidak bulat. Porsi itu dinilai mempertimbangkan peningkatan ketidakpastian di jangka pendek seiring dengan potensi reeskalasi dari perang dagang dan memanasnya tensi geopolitik Timur Tengah.

Arus masuk modal asing ke Indonesia dalam 30 hari memang membesar, menyentuh US$ 1,59 miliar ditambah penguatan rupiah lebih dari 1%. Namun memang, “Masih ada risiko meningkatnya ketidakpastian di jangka pendek seiring dengan potensi reeskalasi dari perang dagang dan memanasnya tensi geopolitik Timur Tengah. Menimbang berbagai faktor tersebut, Bank Indonesia perlu menahan suku bunga acuannya di 5,50% pada Rapat Dewan Gubernur Juni ini,” papar Teuku Riefky, Ekonom LPEM Universitas Indonesia dalam catatannya.

Berdasarkan data-data terbaru yang dilansir, sejatinya pelonggaran moneter lebih lanjut masih dibutuhkan agar konsumsi rumah tangga mendapatkan dukungan dan dunia usaha lebih menggeliat. 

Data penjualan eceran yang lesu, ditambah lagi dengan Keyakinan Konsumen yang terpeleset dalam dengan kondisi keuangan makin suram terutama di kelas menengah, intervensi dari sisi moneter masih dibutuhkan.

Di sisi lain, inflasi juga terindikasi makin landai. Pada Mei lalu, inflasi kian rendah di 1,60% year-on-year dengan inflasi inti yang mencerminkan tingkat permintaan dalam ekonomi juga tergerus hingga tersisa 2,40% dari bulan sebelumnya di 2,50%.

Bila melihat hal itu, ruang pemangkasan suku bunga acuan, BI Rate seharusnya terbuka. Akan tetapi, perkembangan geopolitik terkini mungkin akan mengerem langkah Bank Indonesia.

Tensi konflik yang berkepanjangan bisa meninggikan harga minyak dunia dan berdampak pada biaya fiskal yang membengkak dan inflasi harga energi.

Menelisik lebih jauh dari itu, ketegangan geopolitik memicu sentimen Risk–Off yang bisa memantik arus keluar modal asing dari aset-aset yang dinilai berisiko termasuk aset di Emerging Market seperti Indonesia. Arus keluar modal asing dapat menyeret rupiah lebih buruk lagi.

Dalam keseluruhan lanskap tersebut, mempertahankan BI Rate tetap di level 5,50% dinilai akan lebih 'aman' dalam menjaga sentimen di pasar.

“Kinerja rupiah pada bulan lalu melampaui mata uang lain di Asia. Namun, melanjutkan pemangkasan bunga acuan akan terlalu berisiko bagi sentimen dana asing,” mengutip Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson, dalam catatan terbarunya hari ini.

(fad)

No more pages