Logo Bloomberg Technoz

Asnidar mengkonfirmasi pertemuan itu bakal membahas kelanjutan proyek Blok Tuna, setelah lama jalan di tempat. Blok kaya gas berdekatan dengan Vietnam itu telah mendapat persetujuan rencana pengembangan atau plan of developement (PoD) sejak Desember 2022 lalu.

Hanya saja, konsorsium Premier Oil dan Zarubezhneft Asia tidak kunjung meneken keputusan investasi akhir atau final investment decision (FID) hingga saat ini. Alasannya, terdapat sanksi yang dikenakan kepada Zarubezhneft akibat invasi Rusia ke Ukraina sejak 2022 lalu.

Sejak saat itu, konsorsium mencari cara untuk bisa mencari jalan keluar terkait dengan kelanjutan proyek tersebut, khususnya untuk mengatasi sanksi pada pembiayaan. Belakangan, opsi farm out atau penjualan hak partisipasi salah satu mitra menjadi pilihan yang diambil.

Di sisi lain, Asnidar menuturkan Zarubezhneft bakal tetap berada di proyek Blok Tuna, setelah sebelumnya sempat ingin hengkang.

“Jumat kemarin kami sudah dapat gambaran dari Harbour, most likely [kemungkinan besar] ZAL [Zarubezhneft Asia Limited] masih stay [tetap] di [blok] Tuna,” kata dia.

Dia menuturkan nantinya salah satu pihak akan membeli hak partisipasi lainnya. Akan tetapi, Asnidar tidak menerangkan lebih lanjut ihwal jual-beli hak partisipasi tersebut.

“Salah satu pihak yang akan melanjutkan, namun resminya belum kami terima dari KKKS,” ujarnya. 

Bloomberg Technoz telah meminta konfirmasi ihwal kelanjutan proyek Blok Tuna kepada Acting Goverment Affairs Senior Manager Harbour Energy Ali Nasir. Hanya saja permohonan konfirmasi belum ditanggapi sampai berita ini tayang.

Blok Tuna diestimasikan memiliki potensi gas di kisaran 100—150 million standard cubic feet per day (MMSCFD), menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).  

Adapun, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun.

SKK Migas sempat mengatakan target produksi atau onstream dari Blok Tuna berpotensi mundur dari 2026 ke 2027, menyusul ketidakpastian investasi Zarubezhneft di proyek tersebut.

Kesulitan FID Perusahaan Inggris

Di sisi lain, Harbour sendiri sudah memutuskan untuk mengundur keputusan investasi akhir Blok Tuna hingga 2025. Padahal, PoD sudah diteken sejak Desember 2022.

Lewat keterbukaan informasi pada Agustus 2023, Harbour tidak menampik jika pengunduran rencana investasi itu merupakan imbas sanksi Uni Eropa (UE) dan Inggris terhadap afiliasi bisnis Rusia, buntut invasi Rusia ke Ukraina.

Belakangan sanksi itu juga berdampak pada mitra mereka di Blok Tuna, Zarubezhneft.

"Di tempat lain di Indonesia, kami berupaya untuk mengembangkan rencana pengembangan lapangan yang telah disetujui untuk penemuan Tuna kami yang terkena dampak sanksi UE dan Inggris," ujar Chief Executive Officer (CEO) Harbour Energy, Linda Zarda Cook.

"Kami terus melakukan diskusi konstruktif dengan Pemerintah Rusia sebagai mitra kami, dan Pemerintah Indonesia untuk mencapai solusi, tetapi tidak mengantisipasi untuk dapat memulai FID hingga tahun depan [2024], yang berarti potensi keputusan investasi akhir akan diambil pada 2025," kata dia.

(naw)

No more pages