Logo Bloomberg Technoz

Berikut ini beberapa indikator terbaru yang memberikan sinyal bahwa perekonomian Indonesia sejauh ini sudah melambat bahkan terkontraksi menurun dan akhirnya bisa membuat target pertumbuhan ekonomi Jokowi gagal tercapai:

1. Kinerja penyaluran kredit bank

Pertumbuhan kredit perbankan jeblok ke level terendah sejak Maret 2022. BI melaporkan, pada April lalu kredit perbankan hanya mampu tumbuh 8,08%, melambat dibanding Maret yang masih 9,93%. Ini tidak bisa dilepaskan dari dua hal yaitu dampak pengetatan moneter dan suramnya permintaan baik di ranah domestik maupun global terimbas perlambatan ekonomi dunia yang mempengaruhi appetite korporasi dalam mengajukan kredit baru ke bank.

Laju pertumbuhan kredit perbankan semakin melambat ke level terendah 12 bulan (Divisi Riset Bloomberg Technoz)

Pinjaman modal kerja mengalami penurunan yang paling besar menjadi 6,6% , yang selanjutnya diikuti oleh kredit konsumsi menjadi 8,7%. Sedangkan kredit investasi bertahan di level dua digit 10,1%. "Bila kondisi ini berlanjut, ada potensi BI akan gagal mencapai target pertumbuhan kredit tahun ini yang ditetapkan 10%-12%," komentar Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas.

Perlambatan pertumbuhan kredit bank sudah berlangsung konsisten sejak Januari lalu hingga terperosok ke single digit berturut-turut pada Maret-April 2023. 

2. Uang beredar semakin seret

Indikator lain yang mencemaskan adalah dari sisi perlambatan pertumbuhan nilai transaksi non-tunai melalui ATM, digital, kartu kredit maupun debit. Juga, kontraksi atau penurunan jumlah uang tunai yang beredar.

Berdasarkan data BI, nilai transaksi uang elektronik pada April 2023 tumbuh 9%, melambat dari Maret sebesar 11,39%. Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit (APMK) per April tercatat Rp738,3 triliun, terkontraksi 3,42% dibanding April 2022. Padahal pada Maret lalu, angkanya masih tumbuh positif 0,45%. Begitu juga transaksi digital banking di perbankan pada April lalu terkontraksi hingga 20% secara tahunan menjadi sebesar Rp4.265 triliun.

Bukan hanya itu, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada April 2023 menurun 0,99% secara tahunan menjadi Rp1.031 triliun. Ini adalah kontraksi pertama yang terjadi sedikitnya dalam rentang lebih dari tiga tahun. Sebagai perbandingan, sepanjang tahun pertama pandemi Covid-19, pertumbuhan uang tunai yang beredar masih mampu positif. 

Transaksi perbankan menurun dibarengi penurunan uang tunai beredar (Divisi Riset Bloomberg Technoz)

Berkaca pada indikasi-indikasi tersebut, sulit untuk melihat kontraksi uang beredar pada April sekadar sebagai bagian dari pola historis pasca Lebaran sebagaimana klaim bank sentral. "Kontraksi itu menunjukkan perlambatan transaksi terjadi secara umum dan ini merupakan sinyal perlambatan ekonomi Indonesia," komentar Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas.

Pada bulan sebelum Lebaran tahun lalu yaitu Maret dan April 2022, uang tunai yang beredar masih mencatat pertumbuhan positif masing-masing 13,58% dan 23,2%. Begitu juga sebulan setelah Lebaran 2022 yang jatuh pada awal Mei, pertumbuhan uang tunai yang beredar masih positif sebesar 9,36%.

Apa arti data-data tersebut? "Transaksi masyarakat semakin lemah karena tabungan semakin menipis," demikian dugaan Lionel.

Akhirnya akan semakin sulit bagi konsumsi rumah tangga untuk bangkit dan menopang pertumbuhan ekonomi tahun ini. "Agak berat bagi konsumsi domestik untuk bangkit karena masyarakat juga butuh mengisi tabungan yang terkuras selama pandemi Covid-19," imbuhnya.

3. Konsumsi masyarakat masih tertahan

Pada kuartal 1-2023, laju konsumsi domestik, penyumbang utama pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hanya naik 4,54%. Masih di bawah rata-rata pertumbuhan satu dekader terakhir sebelum pandemi menerjang yang sebesar 5% bahkan di atasnya.

Penjualan mobil saat Lebaran anjlok hingga 30% (Divisi Riset Bloomberg Technoz

Penjualan mobil pada April lalu juga anjlok 41,8% dibandingkan Maret. Secara tahunan, kinerja penjualan mobil April lalu juga tercatat anjlok hingga 29% dibandingkan penjualan April 2022. Walau itu ada pengaruh faktor pola musiman Lebaran, akan tetapi tetap penting menjadi data rujukan.

4. Kinerja investasi mengecewakan

Laju investasi (PMTB) sektor bangunan, konstruksi dan real estate pada kuartal 1-2023 tercatat tumbuh negatif 3,72% meski masih mampu tumbuh 2,11% year-on-year. Secara gamblang BI menggarisbawahi kekhawatirannya tentang hal tersebut dan membuat bank sentral kurang optimistis terkait capaian pertumbuhan ekonomi tahun ini. Bank sentral tidak lagi optimistis pertumbuhan ekonomi RI pada 2023 bakal ke batas atas 5.3%.

“Investasi masih bagus, tapi kalau kita pecah lagi [detilnya], investasi bangunan [konstruksi] masih rendah. Kami masih pantau apakah akan tetap rendah seperti kuartal 1 atau akan terjadi pembalikan khususnya di investasi bangunan, konstruksi, real estate,” terang Perry dalam konferensi pers usai RDG bulan ini, Kamis (25/5/2023).

Pertumbuhan ekonomi domestik menghadapi tantangan perlambatan (Divisi Riset Bloomberg Technoz)

Selain itu, Foreign Direct Investment (FDI) alias penanaman modal asing (PMA) pada kuartal 1 lalu juga melambat dengan capaian tumbuh 16,5% year-on-year, lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal IV-2022 yang mampu tumbuh 42,1%. Kendati secara kuartalan masih tumbuh positif 4,5% dibanding 1,9% pada kuartal sebelumnya.

5. Kinerja ekspor dan impor semakin terpuruk

Kinerja ekspor semakin jatuh terseret harga komoditas yang menurun. Pada April, kinerja ekspor RI tercatat turun 29,4% menjadi US$19,29 miliar, kontraksi terdalam sejak 2009. Turunnya ekspor sejatinya sudah diperkirakan menilik tren penurunan harga komoditas global. 

Sumber: BPS

Akan tetapi, turut anjloknya impor membuat kekhawatiran terkait perlambatan ekonomi RI kian sulit disangkal. Pada April lalu, impor turun hingga 22,32%, jauh lebih dalam dibandingkan prediksi pasar. Keseluruhan jenis impor tercatat turun baik itu impor barang konsumsi, bahan baku atau penolong juga impor barang modal. 

Sumber: BPS

Data tersebut menggambarkan aktivitas industri dalam negeri sedang menghadapi tantangan. Sebab, mayoritas impor adalah bahan baku/penolong yang porsi pangsanya mencapai 74,53% dari total impor selama Januari-April 2023, dan itu umumnya digunakan untuk keperluan produksi dalam negeri. 

6. Penciptaan lapangan kerja berkualitas masih lemah

Keenam, penciptaan lapangan kerja berkualitas sejauh ini masih lemah. BPS melaporkan tingkat pengangguran menurun pada Maret menjadi 5,45% dengan kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja menjadi 69,3%. Akan tetapi, proporsi sektor informal saat ini lebih dominan yakni mencapai 60,12%. 

Pembukaan lapangan kerja berkualitas masih lemah dan bisa mengancam pertumbuhan konsumsi domestik (Divisi Riset Bloomberg Technoz)

Tersendatnya perbaikan kualitas lapangan kerja dapat berdampak negatif terhadap konsumsi domestik karena upah dan jam kerja di sektor informal cenderung lebih rendah daripada di sektor formal.

Pemerintah Jokowi masih perlu bekerja keras menyeimbangkan komposisi lapangan kerja formal vs nonformal untuk mendukung pertumbuhan konsumsi domestik yang sejauh ini menjadi motor utama penyumbang pertumbuhan ekonomi.

(rui/roy)

No more pages