Logo Bloomberg Technoz

Terkurasnya nilai cadev sebesar itu, bahkan terjadi ketika Pemerintah RI sudah memberlakukan kebijakan penempatan wajib 100% Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri selama 12 bulan.

Kebijakan itu diperkirakan bisa menambah suplai dolar AS di dalam negeri antara US$ 60 miliar sampai US$ 90 miliar, menurut perhitungan yang pernah dilansir oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beberapa waktu lalu. 

Sejauh ini, belum ada data yang dipublikasikan oleh otoritas perihal penambahan suplai valas pasca kebijakan tersebut.

Yang pasti, sebelum diberlakukan 100% selama 12 bulan mulai 1 Maret lalu, kebijakan DHE cenderung direspon dingin oleh para eksportir dengan nilai dana yang mengendap di instrumen term deposit valas BI stagnan di kisaran US$ 2,5 miliar sampai US$ 3 miliar.

Musim dividen

Rupiah melemah lawan dolar AS (Bloomberg Technoz)

Posisi cadangan devisa ke depan kemungkinan masih akan menghadapi ancaman penurunan seiring dengan pola musiman rupiah yang bulan-bulan ini dan ke depan akan menghadapi jadwal repatriasi pembayaran dividen emiten.

Rupiah yang masih membukukan pelemahan 2,62% year-to-date, menjadi satu-satunya mata uang yang melemah terhadap dolar AS sepanjang tahun ini di kawasan Asia, mungkin akan kembali menghadapi turbulensi.

Berkaca pada tahun lalu, sepanjang Mei-Juni, misalnya, ketika musim pembayaran dividen datang ditambah utang luar negeri jatuh tempo pemerintah datang, rupiah tergerus lebih dari 2%.

"Kami masih tetap di pasar untuk menstabilkan rupiah. BI akan menjaga likuiditas yang memadai di psar valas seiring dengan antisipasi musim pembayaran dividen dan utang luar negeri jatuh tempo sampai Juni nanti," kata Erwin.

Kedatangan musim haji juga akan meningkatkan permintaan akan valuta asing, baik itu riyal Arab Saudi maupun dalam bentuk dolar AS.

Pada sore hari jelang penutupan perdagangan spot Kamis ini, rupiah bergerak menguat 0,24% di level Rp16.497/US$, menjadi valuta dengan penguatan terbesar di Asia ketika mayoritas mata uang di kawasan tergerus oleh dolar AS.

Penguatan rupiah sejalan dengan harga surat utang negara yang bergerak cenderung menguat sejak pagi tadi dalam rentang terbatas. Yield 5Y sedikit turun 0,4 bps, sedangkan tenor 10Y turun 0,8 bps.

Sementara indeks saham hari ini terjegal dengan pelemahan lebih dari 1%, setelah asing melanjutkan aksi jual pekan ini senilai US$ 112,8 juta week-to-date.

Defisit kembar

Semakin lebar defisit fiskal, semakin lemah pula nilai rupiah (Divisi Riset Bloomberg Technoz)

Sokongan fundamental rupiah memang rapuh sehingga mudah terpeleset ketika terjadi guncangan di sana sini. 

Perekonomian Indonesia saat ini berjalan dengan defisit kembar twin deficit. Kondisi itu menyebabkan pasokan valas mudah ‘menguap’ di kala terjadi guncangan, sehingga rupiah pun ikut goyah.

Defisit pertama adalah transaksi berjalan (current account), yang menggambarkan ekspor-impor barang dan jasa. 

Pasokan valas dari pos ini lebih bertahan lama ketimbang yang pasokan dolar AS yang datang dari investasi portofolio di pasar keuangan (hot money). Dengan kata lain, transaksi berjalan merupakan fundamental penting bagi mata uang sebuah negara.

Berdasarkan data terakhir yang dirilis otoritas, per 31 Desember 2024, transaksi berjalan RI mencatat defisit -0,63% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Defisit kedua adalah fiskal. Di kala Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih defisit, maka pemerintah harus menambalnya dengan menarik utang, terutama adalah dari penerbitan surat utang.

Ketika utang itu datang dari mancanegara, maka kebutuhan valas pemerintah jadi meningkat. Itu membuat rupiah tertekan. 

Data terakhir yang dirilis Kementerian Keuangan, per akhir Maret 2025, APBN mencatat defisit sebesar Rp104,2 triliun atau -0,43% dari PDB. Malah, ada risiko defisit fiskal kian membesar sejurus dengan penerimaan pajak yang merosot tajam.

Dilansir dari hasil Rapat Dengar Pendapat antara Komisi Keuangan dengan Direktorat Jenderal Pajak kemarin di DPR-RI, penerimaan pajak neto RI turun sekitar 42,9% year-on-year pada April, yaitu menjadi senilai Rp126,36 triliun.

Hal itu bisa membuat penerimaan pajak neto pada empat bulan tahun ini menjadi sebesar Rp451,11 triliun, ambles sekitar 27,7% dibanding empat bulan tahun sebelumnya. 

Dibandingkan target penerimaan pajak tahun ini yang sebesar Rp2.189,3 triliun, Direktorat Pajak (DJP) hanya mampu merealisasikan 20,61% dari target itu.

"Secara hipotetis, DJP menghadapi kekurangan penerimaan pajak hingga sebesar Rp236 triliun," kata Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi.

Menurut perhitungan analis, bila Pemerintah RI masih ngotot mempertahankan belanja di angka Rp3.621,31 triliun, maka defisit fiskal Indonesia tahun ini bisa membengkak hingga -3,50% dari Produk Domestik Bruto.

(rui)

No more pages