Lonjakan penguatan hampir semua mata uang Asia terhadap the greenback pekan lalu, dipimpin oleh dolar Taiwan, bahkan telah memicu intervensi bank sentral setempat seperti bank sentral Hong Kong dan Taiwan, menahan penguatan agar pergerakan valuta lebih stabil.
Pamor dolar AS yang kian mengempis dilatarbelakangi oleh dinamika seputar perang dagang yang dikobarkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Respons positif Tiongkok pekan lalu mendinginkan pasar. Di sisi lain, data-data terbaru AS yang memperlihatkan dampak tarif mulai meretakkan perekonomian terbesar dunia itu, masih memberi optimisme bahwa peluang pemangkasan bunga The Fed tahun ini, terbuka lebar.
Federal Reserve akan menggelar pertemuan komite (FOMC) pada 7-8 Mei ini. Konsensus pasar sejauh ini memperkirakan Jerome Powell dan kolega masih akan kembali menahan bunga acuan.
Namun, para pejabat The Fed dinilai menghadapi tantangan ketidakpastian yang jauh lebih tinggi ketika merumuskan kebijakan moneter lantaran sinyal dan sikap Trump soal tarif yang berubah-ubah dengan cepat dan sulit diterka.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren penguatan di zona hijau, menuju Rp16.410/US$ hingga Rp16.380/US$, dengan mencermati resistance selanjutnya di Rp16.340/US$.
Sementara trendline sebelumnya pada time frame daily menjadi support psikologis potensial pada level Rp16.500/US$. Kemudian, target pelemahan lanjutan untuk kembali ke level Rp16.550/US$.
Mencermati tren perdagangan sepekan ke depan, selama nilai rupiah bertengger di atas Rp16.400/US$ usai keberhasilan menguat, maka masih ada potensi untuk lanjut menguat hingga Rp16.300/US$.
Sebaliknya apabila terjadi pelemahan di Rp16.600/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus melemah dan uji support hingga Rp16.800/US$.
Ekonomi RI melambat
Adapun di Indonesia, hari ini para pelaku pasar akan mencermati rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal 1-2025.
Hasil konsensus pasar yang dihimpun oleh Bloomberg sampai Senin pagi ini, memperkirakan, Produk Domestik Bruto RI pada tiga bulan pertama tahun ini, ketika terjadi puncak konsumsi masyarakat dengan kedatangan Idulfitri, diprediksi malah mencatat kontraksi 0,9% dibanding kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter).
Sementara dalam hitungan tahunan, pertumbuhan PDB kuartal satu diperkirakan cuma naik 4,93%. Kelesuan itu terutama karena ketidakpastian global akibat perang tarif, juga laju konsumsi yang masih kesulitan bangkit meski ada perayaan Lebaran yang biasanya mengerek pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Indonesia.
Bila angka itu terealisasi, maka akan menjadi capaian pertumbuhan PDB Indonesia yang terendah sejak kuartal III-2021 ketika laju ekonomi hanya 3,53% akibat perekonomian yang mati suri terhantam pandemi.
Ekonom Bloomberg Economics Tamara Henderson menunjuk walau ekonomi kuartal pertama terutama terbebani oleh ketidakpastian tarif AS, sejatinya indikator aktivitas konsumsi, investasi juga manufaktur di Indonesia kesemuanya menunjukkan pelemahan signifikan bahkan sebelum kebijakan tarif AS diumumkan.
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini melemah, dengan pertumbuhan 4,97% year-on-year, dari sebesar 5,02% pada kuartal sebelumnya," kata Tamara dalam kajiannya.
Ramalan dari LPEM Universitas Indonesia juga tak jauh berbeda. Ekonom LPEM UI Teuku Riefky memperkirakan, PDB Indonesia pada kuartal 1-2025 hanya tumbuh 4,94% dengan rentang estimasi 4,93%-4,95%. "Keseluruhan tahun 2025, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 4,95% dengan kisaran 4,9%-5,0%," kata Riefky dalam kajian yang dilansir pekan lalu.
Perekonomian RI makin kesulitan tumbuh mengandalkan faktor musiman seperti libur akhir tahun ataupun musim Lebaran. Sementara mesin pertumbuhan struktural ekonomi juga melemah dalam beberapa tahun terakhir seperti terlihat dari pelemahan daya beli, penyusutan jumlah kelas menengah juga produktivitas sektoral yang melemah persisten. Hal itu ditambah faktor eskternal, eskalasi perang dagang.
Badan Pusat Statistik dijadwalkan akan menggelar konferensi pers pengumuman kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 1-2025 pada Senin hari ini.
Asing belanja
Pekan lalu, pemodal asing terindikasi melanjutkan aksi beli meski nilainya mengecil dibanding periode sebelumnya. Laporan Bank Indonesia mengungkap, berdasarkan data transaksi 28-30 April, secara agregat nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp4,15 triliun.
Angka itu terdiri dari jual neto sebesar Rp0,01 triliun di pasar saham dan beli neto sebesar Rp0,22 triliun di pasar SBN, dan sebesar Rp3,95 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang tahun 2025 (year-to-date), berdasarkan data setelmen hingga 30 April 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp49,56 triliun di pasar saham dan sebesar Rp12,05 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp23,01 triliun di pasar SBN.
(rui)






























