Indeks dolar AS beringsut turun lagi di kisaran 99,95 ketika pasar Eropa mulai dibuka. Sementara yield Treasury, surat utang AS, terpangkas di semua tenor sampai sore ini di mana tenor 10Y imbal hasilnya kini ada di 4,208% dan 2Y ada di 3,696%.
Sinyal positif Tiongkok juga menghijaukan bursa Asia hari ini. Bursa saham Jepang ditutup menguat lebih dari 1%, Hang Seng juga ditutup menguat hampir 2%, bersama bursa Taiwan yang juga naik hampir 3%.
Sementara IHSG jelang setengah jam perdagangan berakhir, juga mempertahankan kenaikan di zona hijau dengan penguatan 0,5%.
Di pasar surat utang domestik, mayoritas yield SUN juga terpangkas mengindikasikan permintaan beli yang meningkat sehingga harga obligasi naik.
Yield SUN 1 turun 9,9 bps ke level 6,272%, lalu tenor 2Y turun 1,1 bps bersama tenor 5Y juga turun 1,3 bps ke level 6,621%. Adapun tenor acuan 10Y masih sedikit naik yield-nya 0,3 bps ke 6,878%. Tenor 18Y terpangkas imbal hasilnya 2,6 bps sore ini kini di 7,055%.
Pergerakan positif mayoritas aset di pasar global dan domestik juga didorong oleh optimisme yang membesar jelang rilis data nonfarm payroll AS nanti malam.
Apabila data NFP lebih buruk ketimbang prediksi pasar, sentimen risk-on akan semakin besar dan menguntungkan aset-aset di pasar emerging seperti saham, obligasi juga rupiah.
Ekonomi melemah
Penguatan rupiah yang mengesankan hari ini seolah mengabaikan data buruk dari aktivitas manufaktur RI yang jatuh ke zona kontraksi pada April lalu, ke level terendah sejak Agustus 2021.
Pasar agaknya justru makin diyakinkan bahwa data buruk itu mungkin akan memberi penguatan lebih besar pada otoritas untuk segera memulai kebijakan pelonggaran.
Terlebih dengan rupiah yang telah menghapus semua pelemahannya sejak kisruh perang dagang memanas awal April lalu, Bank Indonesia dinilai bisa lebih leluasa mengingat dalam tiga RDG terakhir menahan BI rate karena fokus pada stabilitas rupiah.
Data inflasi April yang melampaui ekspektasi di angka 1,95%, tertinggi dalam delapan bulan, juga dinilai masih memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk memulai pelonggaran melalui penurunan BI rate pada pertemuan Mei ini, menurut analisis Bloomberg Economics.
Pelonggaran moneter dibutuhkan untuk menolong perekonomian domestik agar tak semakin ambles terjegal panasnya perang dagang. BI dijadwalkan akan menggelar pertemuan untuk memutuskan bunga acuan pada 20-21 Mei nanti.
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini melemah, dengan pertumbuhan 4,97% year-on-year, dari sebesar 5,02% pada kuartal sebelumnya, terbebani oleh ketidakpastian kebijakan tarif AS," kata ekonom dari Bloomberg Economics Tamara Henderson.
Indikator aktivitas konsumsi, investasi juga manufaktur di Indonesia kesemuanya menunjukkan pelemahan signifikan bahkan sebelum kebijakan tarif AS diumumkan.
Badan Pusat Statistik dijadwalkan akan menggelar konferensi pers pengumuman kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 1-2025 pada hari Senin pekan depan.
Hasil survei Bloomberg terhadap 25 ekonom sampai sore ini, menghasilkan median 4,92%. Itu berarti pasar memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) RI pada kuartal pertama melambat dengan pertumbuhan cuma 4,92%.
Bila angka itu terealisasi, maka akan menjadi capaian pertumbuhan PDB Indonesia yang terendah sejak kuartal III-2021 ketika laju ekonomi hanya 3,53% akibat perekonomian yang mati suri terhantam pandemi.
(rui)





























