Logo Bloomberg Technoz

Menurutnya, investasi hulu MNK berbeda dengan investasi konvensional yang membutuhkan modal lebih banyak. Dalam investasi konvensional, biasanya pemodal lama-kelamaan akan kehabisan dananya sehingga belanja dan kegiatan operasionalnya pun akan terus menurun.

“Karena [kalau konvensional] itu investasi di awal [dalam jumlah besar]. Nah, kalau MNK itu dari pertama [modalnya] kecil, tetapi makin lama makin besar,” jelasnya. 

Lokasi penambangan migas milik PT Energi Mega Persada Tbk atau ENRG (Dok perusahaan)

Penyeimbangan Base Split

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah akan mengubah rasio bagi hasil awal (base split) agar lebih berimbang dan menarik bagi investor atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas khususnya di lapangan nonkonvensional.

Di dalam Permen ESDM No. 8/2017 diatur bahwa besaran base split dalam pelaksanaan kontrak bagi hasil gross split untuk minyak bumi sebesar 57% bagian negara dan 43% bagian kontraktor. Sementara itu, untuk gas bumi sebesar 52% bagian negara dan 48% bagian kontraktor.

Dalam rencana revisi aturan tersebut, base split untuk minyak bumi akan diubah menjadi 53% bagian negara dan 47% bagian kontraktor. Untuk gas menjadi 51% bagian negara dan 49% kontraktor.  

Tutuka berharap dengan revisi gross split tersebut juga dapat diterapkan untuk pengembangan lapangan migas konvensional. KKKS pun diperkenankan untuk mengubah kontrak setelah revisi peraturan menteri tersebut disahkan.

“Konvensional bisa ikut, tetapi sekalian diubah. Permen [No. 8/2017 tentang] gross split itu sudah sangat detail. Ada base split, ada variabel progresif, variabel kedalaman, CO2, dan sebagainya. Itu kan kalau dihitung rumit. Nah itu semua kami simplifikasi, lebih gampang dan akuntabel,” terang Tutuka.

Dia menambahkan rencana revisi aturan gross split juga didasari oleh masukan para pelaku usaha yang mendesak penyederhanaan regulasi bagi hasil untuk diterapkan di wilayah kerja (WK) baru.

“Yang jelas WK yang baru itu nanti akan memakai [skema] gross split yang lebih disederhanakan ini. Lebih gampang. Mudah-mudahan prosesnya selesai tahun ini,” ujarnya. 

Tambang Minyak Bumi (Dok. Unsplash)

Sekadar catatan, realisasi produksi siap jual atau lifting minyak bumi di Indonesia menembus 613,7 ribu barel per hari (BPOD) pada kuartal I-2023, dengan capaian investasi hulu migas sebesar US$2,63 miliar.

Menyitir data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting minyak pada kuartal I-2023 itu naik secara tahunan dari realisasi sebanyak 611,7 ribu BPOD periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi investasi hulu migas juga naik dari capaian US$2,1 miliar kuartal I-2022.

Adapun, realisasi salur gas pada kuartal I-2023 mencapai 5,39 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau naik dari 5.321 MMSCFD periode yang sama tahun lalu.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto investasi hulu migas yang moncer tidak lepas dari faktor tingginya harga energi dunia yang dipicu situasi geopolitik yang memanas, termasuk perkembangan perang Rusia-Ukraina serta potensi konflik lainnya.

“Oleh karena itu, jangan sampai potensi minyak dan gas tertinggal di perut bumi, karena tidak bisa dimanfaatkan saat nanti energi baru dan terbarukan [EBT] sudah menggantikan peran energi fosil. Dengan demikian, rencana investasi hulu migas 2023 sebesar US$15,5 miliar harus bisa direalisasikan seluruhnya,” ujarnya dalam laporan kuartalan SKK Migas.

Dalam hal eksplorasi, pengeboran sumur hingga kuartal I-2023 mencatatkan 100% penemuan. Dari 10 sumur eksplorasi, sebanyak 4 di antaranya telah selesai dan menghasilkan temuan sumber migas dengan total sumber daya sebanyak +183 MMBOE.

(wdh)

No more pages