Logo Bloomberg Technoz

Baterai NMC, lanjutnya, lebih didominasi oleh pasar EV di Eropa dan Amerika. Sementara itu, pasar EV Asia sudah mulai bergeser ke penggunaan baterai berbasis lithium ferro phosphate (LFP).

“Jadi memang ada tantangan-tantangan untuk penetrasi di Amerika, ada barrier di Amerika, dan lain sebagainya [jika membangun pabrik di Indonesia]. Isu ini yang sekarang lagi hangat juga dari tahun kemarin. Itu membuat mereka juga makin challenging untuk develop ini.”

Bagaimanapun, Bayu mengatakan IBC tidak menutup peluang kolaborasi dengan pihak manapun ke depannya guna melanjutkan Proyek Titan. Selain dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co, holding baterai tersebut menjajaki mitra-mitra potensial lainnya.

LGES akhir pekan lalu mengumumkan mundur dari Proyek Titan senilai hampir US$8 miliar, dengan alasan “perubahan kondisi pasar” sebagai latar belakang keputusan perusahaan.

“Setelah mempertimbangkan dengan saksama lanskap pasar EV global yang terus berkembang, kami telah memutuskan bahwa proyek khusus ini tidak lagi sejalan dengan prioritas strategis kami,” ujar juru bicara LGES melalui pernyataan resmi, dikutip Senin (21/4/2025).

Meskipun hengkang dari Proyek Titan, LGES memastikan operasi mereka yang ada di Indonesia akan terus berlanjut tanpa terpengaruh.

Termasuk di dalamnya soal proyek pabrik baterai HLI Green Power, usaha patungan LGES dengan Hyundai yang didirikan pada 2022, atau yang disebut Proyek Omega. LGES mengonfirmasi akan mempertahankan jadwal produksinya di Karawang, Jawa Barat.

Putus Kontrak

Pada perkembangan lain, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani semalam mengklarifikasi keluarnya LGES dari Proyek Titan merupakan keputusan terminasi kontrak dari Pemerintah Indonesia, bukan karena perusahaan Korea Selatan tersebut hengkang.

Rosan membeberkan keputusan terminasi kerja sama itu justru menjadi inisiatif dari pemerintah. Rosan beralasan negosiasi untuk esekusi proyek dengan nilai investasi mencapai US$9,8 miliar (Rp165,32 triliun) itu cenderung berlarut-larut dengan LGES.

“Karena negosiasinya sudah berlangsung lima tahun, jadi tidak mungkin proyek itu [dibiarkan terkatung-katung] lama begitu,” kata Rosan saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (23/4/2035).

Paket baterai LG Energy Solution Co. untuk kendaraan listrik (EV)./Bloomberg-SeongJoon Cho

Rosan menuturkan surat terminasi perjanjian kerja sama itu diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 31 Januari 2025.

Surat yang diteken Menteri ESDM Bahlil Lahadalia itu kemudian dikirim ke CEO dari LG Chem Ltd dan LGES.

Kenapa dikerluarkan surat itu? Karena memang negosiasi ini sudah terlalu lama, kita ingin semuanya berjalan baik dan cepat,” kata dia.

Di sisi lain, dia menambahkan, keputusan untuk mengakhiri kerja sama dengan LGES juga didorong oleh minat Zhejiang Huayou Cobalt Co, yang dinilai lebih berkomitmen untuk menjadi pimpinan konsorsium di Proyek Titan.

“Saya sendiri juga sudah bertemu dengan Huayou, sangat-sangat positif karena mereka sejak 2024 ini sudah menyatakan minatnya,” tuturnya.

Sebelumnya, lewat siaran pers yang diedarkan hari ini, Menteri ESDM Bahlil Lahdalia menegaskan Huayou bakal menggantikan posisi yang ditinggalkan LGES di proyek Titan.

Bahlil menggarisbawahi, secara keseluruhan, proyek hilirisasi bijih nikel menjadi baterai EV di Tanah Air tidak mengalami perubahan mendasar.

"Perubahan hanya terjadi pada level investor, di mana LG tidak lagi melanjutkan keterlibatannya pada JV 1, 2, dan 3 yang baru, dan telah digantikan oleh mitra strategis dari China, yaitu Huayou, bersama BUMN kita," kata Bahlil.

Untuk diketahui, Proyek Titan merupakan salah satu dari lima megaproyek baterai EV yang ada di Indonesia, selain Dragon, Omega, BESS, dan Volt. 

Proyek Titan digadang-gadang bakal menjadi fasilitas produksi baterai EV terintegrasi yang akan menjadi jembatan Indonesia sebagai pemain besar dalam rantai pasok baterai global.

Proyek ini pada mulanya dirancang untuk melibatkan konsorsium Korsel yang terdiri dari LGES, LG Chem, LX International, dan mitra lainnya dengan komitmen investasi sekitar 11 triliun won atau setara US$7,7 miliar. 

(wdh)

No more pages