Bagi mitra dagang, tarif sebagian besar bertindak sebagai guncangan permintaan eksternal yang negatif. Hal ini terjadi karena melemahnya aktivitas dan harga, meskipun beberapa negara dapat memperoleh manfaat dari pengalihan perdagangan.
"Inilah sebabnya kami telah menurunkan perkiraan pertumbuhan China tahun ini menjadi 4%, sementara inflasi direvisi turun sebesar 0,8 poin persentase, yang meningkatkan tekanan deflasi," ujar Gourinchas.
Gourinchas mengatakan semua negara terkena dampak negatif dari lonjakan ketidakpastian kebijakan perdagangan, karena bisnis memangkas pembelian dan investasi, sementara lembaga keuangan menilai kembali eksposur peminjam mereka.
Dalam kaitan itu, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi hanya 4,7% pada 2025 dan 2026. Proyeksi pertumbuhan itu termaktub dalam laporan World Economic Outlook Update per Apil 2025.
Jika terwujud, maka pertumbuhan ekonomi 4,7% pada 2025 dan 2026 akan menjadi yang paling rendah setelah 2021. Kala itu, pertumbuhan ekonomi Tanah Air tumbuh 3,69% secara kumulatif.
Angka proyeksi terbaru dari IMF jauh lebih rendah dibanding laporan pada Januari 2025. Kala itu, IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada level 5,1% pada 2025 dan 2026.
Untuk inflasi Indonesia, IMF memangkas proyeksi ke level 1,7% pada 2025, atau lebih rendah dibandingkan dengan 2,3% pada 2024. Namun, inflasi diproyeksikan akan kembali naik ke level 2,5% pada 2025.
Selanjutnya, IMF memproyeksikan tingkat pengangguran di Indonesia akan meningkat menjadi 5% pada 2025 dan 5,1% pada 2026. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan 4,9% pada 2024.
(lav)

































