Logo Bloomberg Technoz

Sepanjang 2025 (year-to-date), pelemahan rupiah tercatat 3,61%. Dalam setahun terakhir, rupiah masih lesu 4,32%.

“BI kemungkinan mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% untuk mendukung stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian akibat tarif di AS dan arus modal keluar,” tulis Henderson dalam risetnya.

BI, lanjut Henderson, mungkin sejatinya mencari ruang untuk menurunkan suku bunga acuan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun kondisi rupiah sepertinya kurang kondusif untuk itu.

Rupiah masih lebih lemah ketimbang mata uang negara-negara kawasan. Di level ASEAN, baht Thailand menguat 3,5%, ringgit Malaysia terapresiasi 2,08%, dolar Singapura menguat 4,46%, dan peso Filipina terapresiasi 2,51%.

“Jika terjadi kejutan dengan penurunan suku bunga acuan bulan ini, seperti pada Februari lalu, maka akan membuat rupiah menjadi lebih tidak stabil. Jadi, BI harus menyeimbangkan antara nilai tukar dengan ambisi pertumbuhan ekonomi,” tegas Henderson.

Laju inflasi, tambah Henderson, juga tidak kencang. Pada Februari dan Maret, laju inflasi inti hanya sekitar 2,5% year-on-year. Masih berada di kisaran titik tengah target BI yaitu 1,5-3,5%.

Sumber: Bloomberg Economics

Bisa Turun

Meski begitu, suara pasar tidak bulat. Masih ada 2 ekonom/analis yang memperkirakan BI Rate bisa turun bulan ini.

Salah satunya adalah Fakhrul Fulvian, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas. Menurutnya, MH Thamrin punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%.

“Di tengah kondisi trade war yang semakin rumit dan penuh ketidakpastian, pemangku kebijakan harus mau melihat lebih jauh dan memandang bahwa perang dagang yang terjadi saat ini kemungkinan besar adalah hal yang struktural dan akan berlanjut lama. Akan sangat bijaksana kalau BI mulai melanjutkan pemotongan suku bunga pada April ini, dengan mempertimbangkan potensi perlambatan ekonomi yang muncul, serta sangat rendahnya realisasi inflasi yang saat ini berada di bawah target,” terang Fakhrul.

Terkait dengan nilai tukar rupiah, demikian Fakhrul, saat ini sudah terlalu melemah melampaui fundamentalnya alias overshoot. Nantinya, rupiah akan kembali mendekati fundamentalnya.

USD/IDR (Sumber: Bloomberg)

Selain itu, Fakhrul berpendapat depresiasi rupiah bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak daya saing ekspor Indonesia. Sebab saat rupiah melemah, maka produk Indonesia menjadi lebih terjangkau di pasar dunia.

“Di sisi lain, sudah terbukti bahwa dampak passthrough dari pelemahan rupiah kepada tingkat inflasi Indonesia juga semakin terbatas,” imbuh Fakhrul.

Menurut Fakhrul, Indonesia seharusnya tidak perlu terlalu mencemaskan pelemahan mata uang. Sebab sebagian besar utang di sistem keuangan dilakukan dalam mata uang lokal, yaitu rupiah.

“Kita harus memanfaatkan momentum pelemahan rupiah untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Rupiah lemah bukan pembawa ketakutan, tetapi akan menjadi sebuah tools penting,” tegasnya.

- Dengan Asistensi Ruisa Khoiriyah -

(aji)

No more pages