Rekor harga emas diperkirakan masih akan terjadi lagi pada tahun ini, terutama bila ketidakpastian global masih besar yang mendorong perburuan investor di seluruh dunia, termasuk bank sentral, pada emas sebagai safe haven.
Kenaikan harga emas dunia yang luar biasa, tak ayal membawa harga emas lokal ikut reli tak terbendung. Meski hari ini harga emas Antam, yang jadi salah satu acuan harga emas lokal, terkoreksi di level Rp1.965.000 per gram, setelah sehari sebelumnya pecah rekor tertinggi di Rp1.975.000 per gram.
Keyakinan bahwa harga emas akan terus melanjutkan reli, memantik animo luar biasa dari para investor termasuk investor ritel yang masih memiliki disposable income seperti sisa THR untuk memburu emas di toko-toko emas.
Bagi peminat emas di pasar lokal, penting untuk mencermati beberapa hal sebelum memutuskan beli atau jual komoditas berharga itu.
Harga buyback
Seorang investor wajib mencermati harga buyback yang menjadi harga acuan bila Anda hendak menjual emas simpanan Anda pada suatu waktu.
Pergerakan harga buyback biasanya mengikuti juga harga jual yang dibanderol oleh si penjual emas, seperti Antam, UBS (Untung Bersama Sejahtera), atau Pegadaian dengan merek Galeri24, pun halnya penjual emas lain di pasar apakah itu bank hingga toko emas ritel.
Hari ini, buyback price emas Antam batangan (fisik) turun Rp10.000 menjadi Rp1.814.000 per gram, ketika emas Antam dijual di harga Rp1.965.000 per gram. Selisih harga jual dan beli emas oleh Antam kini melebar jadi Rp151.000 per gram.
Sementara itu, harga emas digital (nonfisik) seperti di Pegadaian Digital, dibanderol seharga Rp1.905.000 per gram dengan harga buyback sebesar Rp1.8740.000 per gram, atau berselisih cuma Rp31.000 per gram.
Di lini emas digital Antam, Brankas LM, harga jual emas ditetapkan hari ini seharga Rp1.965.000 per gram, sama dengan harga jual emas fisik. Namun, harga buyback emas Brankas LM ditetapkan lebih tinggi di Rp1.905.600 per gram, berjarak Rp59.600 per gram. Kemungkinan karena belum memasukkan biaya cetak emas.
Lebar sempit selisih harga jual dan harga buyback emas, menjadi indikator waktu yang dibutuhkan investor untuk bisa meraih untung dari pembelian.
Bila selisih dua harga itu makin lebar, waktu balik modal dan meraup untung dari kenaikan harga (capital gain), kemungkinan akan lebih lama. Sebaliknya, semakin sempit selisihnya maka peluang untung investor juga kian besar.
Gambarannya, bila Anda membeli emas Antam hari ini, sejatinya Anda belum mengantongi untung.
Justru investor langsung 'rugi' karena bila pada hari yang sama emas tersebut dijual, emasnya hanya dihargai sebesar Rp1.814.000 oleh Antam, atau turun Rp151.000 per gram dari modal pembelian.
Peluang untung membesar bila emas baru dijual ketika harga buyback sudah melampaui level harga yang dikeluarkan oleh investor saat membeli emas.
Pernah turun
Harga emas hampir selalu naik ketika ketidakpastian di konteks perekonomian global membesar. Emas diburu sebagai aset aman, semacam tempat parkir dana sementara, karena pergerakannya relatif lebih stabil dalam jangka panjang.
Namun, karena emas tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset) sebagaimana obligasi, misalnya, emas akan cenderung ditinggalkan begitu prospek ekonomi kembali cerah.
Dana-dana investor yang semula ditempatkan di emas akan berangsur keluar kembali menyerbu aset-aset agresif yang lebih berisiko dengan peluang return lebih besar pula, seperti saham atau paper investment lain.
Dalam perjalanannya, harga emas juga tak selalu mendaki seperti hari-hari ini. Berdasarkan pelacakan hingga 50 tahun ke belakang, seperti ditunjukkan oleh data Bloomberg, harga emas di pasar dunia pernah beberapa kali mengalami kejatuhan besar.
Harga emas pernah memecah rekor luar biasa pada awal tahun 1980 ketika terjadi intervensi Uni Soviet ke Afghanistan, yaitu dari US$ 160 'terbang' menjadi US$ 850 per troy ounce. Setelah itu, harga emas berangsur turun hingga menyentuh US$ 589,75 pada akhir tahun yang sama, atau longsor 31% dari puncaknya.
Penurunan itu berlanjut sampai bertahun-tahun setelahnya. Rekor tertinggi harga emas dunia di US$ 850 per troy ounce baru diperbarui ketika pecah krisis finansial global yang berepisentrum di Amerika Serikat pada 2008, menyusul kebangkrutan Lehman Brothers yang memantik tsunami keuangan di seluruh dunia. Ada jeda waktu 30 tahun bagi harga emas untuk akhirnya bisa kembali membukukan rekor tertinggi baru.
Jadi, meski belakangan terus memecah rekor, bukan berarti harga emas akan terus 'menyundul langit' karena risiko penurunan tetap ada.
Uang dingin
Menilik grafik emas, aset logam mulia ini sebaiknya diperlakukan sebagai aset lindung nilai jangka panjang supaya bisa memberikan untung maksimal. Minimal sebagai pelindung nilai uang terhadap inflasi jangka panjang.
Emas akan 'berbahaya' bila digunakan sebagai investasi jangka pendek, apalagi trading terkecuali trading di bursa berjangka yang membutuhkan kemampuan analisis teknikal memadai dan biasanya dijalankan oleh professional traders.
Bagi investor ritel dan awam, lebih aman bila memakai dana dingin untuk membeli emas. Dana dingin berarti ketika suatu ketika terjadi kemerosotan harga emas, keuangan Anda tidak terganggu.
Jangan gunakan dana yang sebenarnya dibutuhkan dalam waktu dekat, misalnya dana daftar ulang sekolah anak, untuk membeli emas.
Penting diingat, ketika membeli emas sejatinya investor langsung menanggung 'kerugian' hari itu sejumlah jarak harga beli emas dengan harga jual kembali ke toko emas terkait.
Emas hanya menguntungkan bila seorang investor menjualnya ketika harganya sudah jauh melampaui biaya yang ia keluarkan saat membeli.
Misalnya, bagi pembeli emas Antam setahun lalu di harga Rp1.335.000 per gram, bila menjualnya hari ini, Anda bisa meraup untung bersih 36%. Namun, bila Anda baru membelinya sebulan lalu ketika harganya sudah Rp1.745.000, keuntungannya baru 12,6%.
Sedangkan bila membelinya kemarin di Rp1.975.000 dan hari ini ternyata butuh duit cepat dan hendak menjualnya lagi, Anda menderita kerugian sekitar 8,1%.
(rui)





























