Logo Bloomberg Technoz

Memasuki hari baru, Rabu (9/4/2025), IHSG sempat melemah sesaat di awal Sesi I namun berbalik arah dengan catatan kenaikan  80,4 poin (1,34%) ke level 6.076. IHSG masih bergerak fluktuatif dan mengakhiri sesi pagi ditutup melemah tipis 0,33% ke 5.976,43.

Kondisi pasar saham domestik, lanjut Hendra, sangat erat kaitannya dengan dinamika eksternal yang sebelumnya telah memengaruhi sejumlah bursa global. Pasar merespons situasi global yang “kita tahu bahwa sekarang sedang saat volatile, sehingga ingin pahami juga dampaknya kepada kondisi di bursa kita [Indonesia].”

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam kesempatan terpisah menegaskan, pasar tengah demam dengan banyaknya penjualan saham-saham. Hal ini justru menjadi kesempatan berbagai pihak untuk mengakumulasi beli.

“Sekarang good time to buy,” cerita ujar Purbaya dalam paparannya di Sarasehan Ekonomi. Baginya kondisi IHSG yang kini saat ini hanya overreacting market semata dan prospek ekonomi Indonesia masih akan bertumbuh, Purbaya mencuplik data dari Leading Economic Index.

Tawarkan Transaksi Perdagangan Berimbang

Tekanan eksternal yang Mahendra maksud sebagian besar dipicu oleh pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait pengenaan tarif baru secara resiprokal terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia.

Meskipun keputusan tarif tersebut belum secara langsung berlaku, ekspektasi pasar terhadap eskalasi tensi perdagangan telah menciptakan tekanan jual yang luas secara global.

Berkaca pada hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menyiapkan respons berupa kebijakan yang terkoordinasi dan komprehensif, di mana Presiden Prabowo disebut membentuk tim lintas kementerian guna memulai dialog strategis dengan pemerintahan federal rezim Trump.

BEI Pernah Aktifkan Trading Halt Bulan Maret

Tim yang dibentuk bertugas untuk mencari solusi yang berbasis kepentingan bersama, bukan hanya sekadar pendekatan retaliasi. “Presiden menyampaikan berkaitan dengan mungkin poin bukan hanya selain soal tarif adalah keseimbangan neraca perdagangan,” tegas Mahendra.

Posisi terkini dalam peta transaksi perdagangan kedua negara, Indonesia masih mencatatkan surplus. Artinya nilai transaksi dengan tujuan pasar AS masih lebih besar dibandingkan masuknya barang Made in USA ke pasar lokal.

“Yang saat ini surplus besar akan bisa dibuat lebih berimbang, dan sekaligus juga meningkatkan volume perdagangan, jadi bukan hanya berimbang statis tapi justru meningkatkan perdagangan yang lebih besar lagi ke depannya," jelasnya. 

Demam Tarif Impor Trump Munculkan Peluang

Mahendra menekankan bahwa tantangan eksternal saat ini juga menghadirkan peluang strategis untuk memperkuat daya saing nasional, mendorong relokasi investasi, dan mengoptimalkan kapasitas industri domestik. 

Menurutnya, Indonesia memiliki struktur ekonomi yang lebih resilien dibandingkan banyak negara lain. Indonesia mengandalkan pasar domestik secara luas dan potensi diversifikasi ekspor yang lebih tinggi.

“Jadi sangat sangat kuat, sangat solid dan jelas respons yang akan diambil oleh Indonesia dan saya harap ini juga memberikan pesan yang sama jelasnya. sama detailnya kepada mereka yang juga melakukan perdagangan, ataupun memiliki saham listed [tercatat] di bursa,” tuturnya.

Tak luput, Mahendra menyampaikan koreksi di pasar sajam Indonesia harus dilihat secara proporsional. Selama tidak memunculkan dampak fundamental terhadap industri atau sektor riil, maka persepsi risiko terhadap emiten seharusnya tetap rasional, termasuk dalam konteks pembiayaan dan prospek usaha.

“Kita punya posisi yang lebih siap dan lebih lengkap memanfaatkan semua posisi tawar dan average yang ada malah bisa kita dikenakan tarif yang tidak setinggi yang semula direncanakan. Itu dengan proses negosiasi dan pembahasan lebih lanjut.”

“Tapi kalaupun itu tidak ada, maka saya tidak melihat bahwa itu akan berdampak langsung kepada para industri,” pungkas Mahendra.

Pendalaman Pasar

OJK menyatakan pihaknya bersama BEI dan regulator pasar saham Indonesia lainnya, dan melibatkan Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekoonomian, siap melakukan pendalaman pasar ( financial deepening) di tengah kondisi ekuitas yang mengalami tekanan jual. Salah satu aksi nyatanya adalah investor institusi lokal aktif berinvestasi.

"Yang kita lakukan untuk mendorong investasi yang lebih lanjut, itu pembahasan yang kita lakukan dengan Kementerian Keuangan, dengan Kemenko Perekonomian," terang Mahendra. 

Menurutnya, pendalaman pasar bukan hanya berkaitan dengan likuiditas, tetapi juga menyangkut keberlanjutan investasi dan kapasitas pembiayaan jangka panjang. "Ini hal-hal yang terus-menerus kita dorong supaya semua pihak merasa bahwa hal ini merupakan komitmen dan kepentingan bersama untuk meningkatkan pendalaman pasar."

Lebih lanjut, OJK juga tengah mendorong penambahan pasokan instrumen di pasar modal melalui fasilitasi penawaran umum perdana (IPO), yang mana hal ini sejalan dengan pembentukan Daya Anagata Nusantara atau Danantara, sebagai lembaga pengelola aset negara yang dinilai berperan strategis dalam mengakselerasi transformasi ekonomi dan reformasi struktural melalui pasar keuangan.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menambahkan bahwa keberadaan Danantara membuka peluang besar bagi perusahaan-perusahaan berkualitas untuk mencatatkan sahamnya di bursa. Pada gilirannya memperluas basis investor dan meningkatkan kedalaman pasar.

"Jadi, kita upayakan segala cara bagaimana cara untuk meningkatkan pendalaman pasar dengan adanya yang Danantara atau apapun, itu akan lebih mudah juga untuk kita dorong untuk masuk ke pasar," jelas Inarno.

(wep)

No more pages