Logo Bloomberg Technoz

Hanya saja, pemotongan belanja publik baru-baru ini menurut Moody's bisa menyebabkan pertumbuhan yang sedikit lebih rendah pada paruh pertama tahun 2025.

Presiden Prabowo Subianto didampingi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menemui jurnalis (Muhammad Fadli/Bloomberg)

Moody's memperkirakan beban utang negara akan tetap stabil dan pada tingkat yang relatif rendah dalam kaitannya dengan ukuran ekonomi dan dibandingkan dengan negara-negara sejenisnya.

Namun, peringkat Baa2 juga mempertimbangkan kelemahan dalam metrik fiskal Indonesia yang lebih luas. Secara khusus, keterjangkauan utang lemah karena basis pendapatan yang rendah tetapi masih dapat dikelola. 

Asumsi dasar yang digunakan oleh Moody's adalah bahwa disiplin fiskal akan terus berlanjut, mendukung stabilisasi beban utang di sekitar level saat ini.

"Namun, keputusan pemerintah Indonesia untuk menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, kecuali untuk barang kecuali untuk barang mewah, menciptakan ketidakpastian tentang pertumbuhan pendapatan di masa mendatang meskipun ada upaya untuk meningkatkan kepatuhan dan tata kelola pajak. Efektivitas pemerintahan saat ini dan yang akan datang dalam meningkatkan basis pendapatan masih belum pasti," kata Martin Petch, VP-Senior Credit Officer dan Gene Fang, Associate Managing Director Moody's dalam laporan tinjauan berkala tertanggal 18 Maret 2025 tersebut.

Pembentukan Danantara

Moody's juga menyoroti langkah Pemerintah Indonesia meluncurkan Daya Anagata Nusantara (Danantara), Dana Kekayaan Negara baru yang ditujukan untuk membiayai dan menarik investasi yang meningkatkan produktivitas.

Menurut Moodys, walau memiliki potensi manfaat, Danantara dapat menimbulkan risiko kelembagaan dan fiskal, yang akan dinilai berdasarkan otonomi keuangan, kualitas tata kelola, dan transparansi.

"Profil kredit Indonesia (peringkat penerbit Baa2) didukung oleh kekuatan ekonomi negara "a2", yang mencerminkan besarnya ekonomi dan tingkat pertumbuhan yang kuat dan stabil; kekuatan kelembagaan dan tata kelola "baa3" yang menyeimbangkan kebijakan moneter dan fiskal yang efektif dengan mesin kelembagaan yang cukup efektif dan ditandai dengan implementasi reformasi yang lambat," jelas Moody's.

Lebih lanjut, Moody's mengatakan, kekuatan fiskal "ba1", yang mencerminkan beban utang yang moderat yang diimbangi dengan keterjangkauan utang yang lemah dan ketergantungan pada pembiayaan eksternal; dan kerentanannya terhadap risiko peristiwa "a", yang didorong oleh kombinasi kerentanan eksternal yang moderat, likuiditas pemerintah, sektor perbankan, dan risiko politik.

Prospek yang stabil mencerminkan risiko yang seimbang. Risiko positif terkait dengan upaya berkelanjutan untuk memperluas ukuran dan daya saing sektor manufaktur dan komoditas yang dapat mengarah pada peningkatan pertumbuhan PDB yang material dan berkelanjutan yang akan mendorong pergerakan yang lebih cepat ke tingkat pendapatan yang lebih tinggi daripada yang kami asumsikan saat ini.

"Sebaliknya, risiko negatif mencakup potensi ketidakpastian kebijakan setelah transisi politik yang mengarah pada kinerja pertumbuhan yang lebih lemah melalui aliran investasi asing yang lebih rendah dan dampak negatif terkait pada metrik fiskal," kata Moody's.

Presiden RI meluncurkan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara Danantara Indonesia (24/2/2025). (Bloomberg Technoz/Azura Yumna)

Selain itu, perluasan basis pajak yang tidak memadai dapat berisiko mengurangi ruang gerak bagi inisiatif kebijakan pemerintah dan untuk mengatasi guncangan terhadap ekonomi. 

Seiring berjalannya waktu, indikasi bahwa langkah-langkah kebijakan fiskal dapat meningkatkan pendapatan pemerintah secara signifikan dan berkelanjutan akan memberikan tekanan ke atas pada peringkat tersebut. Pendapatan yang lebih tinggi akan meningkatkan fleksibilitas fiskal dan menyediakan sarana keuangan yang lebih langsung bagi pemerintah untuk mengatasi kebutuhan belanja infrastruktur sosial dan fisik yang besar.

"Peningkatan peringkat juga kemungkinan besar akan terjadi karena adanya indikasi bahwa potensi pertumbuhan Indonesia terus menguat ke arah tingkat yang sepadan dengan pertumbuhan penduduk dan tingkat pendapatan negara, termasuk melalui pendalaman pasar keuangan dan peningkatan daya saing,"demikian dilansir oleh Moody's.

Menurut Moody's, tekanan ke bawah kemungkinan akan muncul sebagai akibat dari faktor-faktor berikut. Yaitu, pertama, efektivitas kebijakan yang lebih lemah atau tanda-tanda kredibilitas kebijakan yang menurun, yang berpotensi tercermin dalam pergeseran yang nyata ke kebijakan fiskal ekspansif tanpa disertai reformasi pendapatan.

Kedua, penurunan signifikan dalam posisi eksternal, seperti dari depresiasi mata uang yang berkepanjangan atau arus keluar modal, dengan konsekuensi terhadap keterjangkauan utang dan kecukupan cadangan.

Dan/atau ketiga, perlambatan pertumbuhan yang berkepanjangan dan mengakar yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan dan dampak fiskal.

"Dokumen ini merangkum pandangan kami pada tanggal publikasi dan tidak akan diperbarui hingga pengumuman tinjauan berkala berikutnya, yang akan memasukkan perubahan material dalam keadaan kredit (jika ada) selama periode intervensi," jelas Moody's.

Kekuatan ekonomi "a2" Indonesia ditetapkan satu tingkat di bawah skor awal "a1" untuk mencerminkan tingkat diversifikasi yang lebih rendah daripada yang ditunjukkan oleh skala besar ekonomi.

Kekuatan fiskal "ba1" Indonesia ditetapkan satu tingkat di bawah skor awal "baa3" untuk mencerminkan moderasi pendapatan yang diharapkan karena pendapatan komoditas menurun sejalan dengan harga komoditas yang lebih rendah pada tahun 2025. Hal ini mengarah pada hasil akhir yang ditunjukkan oleh kartu skor Baa1-Baa3, dibandingkan dengan hasil awal yang ditunjukkan oleh kartu skor A2-Baa1.

(rui)

No more pages