Logo Bloomberg Technoz

Kendati demikian, Anggito menyampaikan penerimaan pajak memiliki tren bulanan yang spesifik, salah satunya adalah pada saat pergantian tahun. Penerimaan akan meningkat pada Desember efek Natal dan Tahun Baru (Nataru) dan akhir tahun anggaran yang kemudian menurun pada Januari dan Februari.

Selain itu, Anggito mengatakan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dipengaruhi kebijakan tarif efektif rata-rata (TER). Penerapan TER PPh 21 sejak Januari 2024 mengakibatkan lebih bayar sebesar Rp16,5 triliun pada 2024. Selanjutnya, lebih bayar tersebut diklaim kembali pada Januari dan Februari 2025.

Apabila dampak klaim lebih diperhitungkan (dinormalisasi), rata-rata PPh Pasal 21 Desember sampai Februari 2025 masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp21,2 triliun. Angka itu naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp20,4 triliun.

Selanjutnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri mengikuti pola musiman di mana Januari turun dibandingkan Desember tahun sebelumnya.

Pada 2025, diberikan kebijakan relaksasi pembayaran PPN DN selama 10 hari. Dengan demikian, PPN DN Januari dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.

Ekonom senior, Anggito Abimanyu di kediaman Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta, Selasa (15/10/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Apabila dampak relaksasi diperhitungkan (normalisasi), rata-rata PPN DN periode Desember 2024-Februari 2025 yaitu Rp69,5 triliun. Angka ini masih lebih tinggi (tumbuh 8,3%) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Indeks Purchasing Managers' Index yang ekspansif dan perbaikan penjualan kendaraan bermotor menjadi landasan bagi peningkatan kinerja PPN DN pada periode mendatang.

Adapun, setoran PPh Pasal 25 Badan masih ada sedikit perlambatan, seiring dengan harga beberapa komoditas yang melemah.

"Dengan PMI yang ekspansif dan konsumsi listrik bisnis dan industri yang tumbuh positif, diharapkan kondisi penerimaan akan membaik," ujarnya.

Realisasi PPN impor tumbuh sejalan dengan pertumbuhan volume impor migas dan nonmigas sebesar 21,1% (yoy). Kinerja ini utamanya didukung oleh pertumbuhan impor pada sektor industri pengolahan sebesar 12,5% khususnya pada subsektor industri kendaraan bermotor, industri logam dasar, industri kimia dan farmasi.

(dov/roy)

No more pages