Di lain sisi, Airlangga mengatakan dinamika global seperti bakal turut memengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia ke depan. Sekadar catatan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,2% dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025.
Airlangga mengatakan salah satu dinamika global yang tidak luput dari perhatian pemerintah adalah kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) yang bersifat proteksionisme.
"Saat ini dinamika global masih menjadi faktor yang akan turut memengaruhi perkembangan ekonomi ke depan. Sejumlah risiko tentu masih akan kita hadapi, seperti kebijakan perdagangan dari Trump atau Trump 2.0," ujarnya.
Sekadar catatan, seluruh dunia memasang mata terhadap kebijakan Trump yang resmi dilantik beberapa waktu lalu. Presiden ke-47 AS tersebut bahkan sudah menerapkan tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko.
Adapun, kebijakan tarif perdagangan dinilai bisa menyebabkan penurunan permintaan global dan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia, terutama pada sektor komoditas.
"Artinya memperbesar tantangan mencapai target pertumbuhan ekonomi [sebesar 5,2%] yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara [APBN] 2025," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman kepada Bloomberg Technoz.
Selanjutnya, Airlangga juga menyoroti volatilitas harga komoditas yang bakal memengaruhi perkembangan ekonomi Tanah Air. Terlebih, Indonesia selama ini masih mengandalkan komoditas untuk penerimaan negara.
Menyitir London Metal Exchange (LME), mayoritas harga komoditas logam non-ferrous mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Kamis (30/1/2025), termasuk mineral-mineral andalan Indonesia seperti tembaga, dan timah.
Harga tembaga menguat 0,67% menjadi US$9.128/ton dan timah menguat 0,54% menjadi US$30.269/ton. Sementara, nikel melemah 0,68% menjadi US$15.394/ton.
Selain itu, Airlangga mengatakan sejumlah risiko yang akan dihadapi Indonesia ke depannya adalah berupa era tingkat suku bunga yang relatif tinggi serta kerentanan ketahanan pangan dan energi akibat perubahan iklim.
Peringkat GDP PPP 2024 Berdasarkan Data IMF:
1. China: US$37,07 triliun
2. Amerika Serikat: US$29,17 triliun
3. India: US$16,02 triliun
4. Rusia: US$6,91 triliun
5. Jepang: US$6,57 triliun
6. Jerman: US$6,02 triliun
7. Brazil: US$4,7 triliun
8. Indonesia: US$4,66 triliun
9. Prancis: US$4,36 triliun
10. Inggris: US$4,28 triliun
(ain)































