Adapun tenor 2Y mencatat pelemahan mencapai 3,5 bps yield–nya, bersama tenor 4Y turun 1,8 bps dan tenor 13Y turun 2,1 bps, dengan tenor lebih panjang 20Y melemah 0,5 bps.
Lanskap pasar saat ini cenderung merespon rilisnya inflasi AS, dengan pelaku pasar mengesampingkan sejumlah catatan kehati-hatian terkait data akibat penutupan pemerintahan baru-baru ini, dan lebih memusatkan perhatian pada Indeks Harga Konsumen yang merupakan yang paling lambat sejak 2021.
Data inflasi yang melandai ini meningkatkan kepercayaan investor dan mendorong ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
“Inflasi November yang lebih rendah dari perkiraan telah membekali kubu dovish di The Fed dengan amunisi yang kuat,” kata Seema Shah dari Principal Asset Management, seperti yang dilaporkan Bloomberg News.
Sentimen regional juga jadi perhatian pasar, Bank Sentral Jepang atau Bank of Japan (BOJ) yang menaikkan suku bunga acuannya ke level tertinggi dalam 30 tahun.
Terlebih lagi BOJ menyatakan masih membuka peluang kenaikan lanjutan jika kondisi memungkinkan. Langkah ini mencerminkan keyakinan yang menguat mencermati Bank Sentral Jepang dapat mencapai target inflasi stabil yang telah dikejar lebih dari satu dekade.
Konsentrasi pasar sepenuhnya tertuju pada keputusan Gubernur Kazuo Ueda yang menaikkan suku bunga acuan sebesar seperempat poin persentase menjadi 0,75% dalam keputusan bulat, demikian pernyataan BOJ pada Jumat.
“Saya percaya kenaikan suku bunga ini sudah lama seharusnya dilakukan,” ujar Harumi Taguchi, Ekonom Utama di S&P Global Market Intelligence.
“Melihat pernyataannya, sikap BOJ tidak berubah: jika kondisi ekonomi dan harga berkembang sesuai proyeksi, mereka akan terus menaikkan suku bunga. Ini berarti peluang kenaikan lanjutan masih terbuka.”
Melansir Bloomberg News, nilai tukar yen langsung melemah hingga 156,16 per dolar AS setelah pernyataan dirilis, mengindikasikan kenaikan suku bunga tersebut telah sepenuhnya diantisipasi pasar.
(fad/ain)





























