"Ekonomi menghadapi sejumlah tantangan" pada November, kata NBS dalam pernyataan. "Ada banyak ketidakstabilan dan ketidakpastian eksternal, dan permintaan domestik tidak mencukupi."
Ketidakmampuan China untuk menggerakkan kembali belanja konsumen membuat ekonomi rentan terhadap risiko eksternal, setelah bergantung pada permintaan asing untuk mendorong pertumbuhan sepanjang tahun ini, meski terjadi perang tarif yang dilancarkan Presiden Donald Trump.
Ekspor secara umum diperkirakan akan melambat dalam beberapa bulan mendatang, setelah pertumbuhan pada 2025 secara mengejutkan kuat, seiring meluasnya proteksionisme dan meningkatnya ketegangan perdagangan dengan negara-negara selain AS.
Apa Kata Bloomberg Economics...
"Data November China menunjukkan permintaan domestik terus merosot menjelang akhir tahun, sementara pertumbuhan produksi mencapai level terendah tahun ini, meski ekspor mengalami peningkatan. Penurunan yang meluas ini menunjukkan ekonomi kini bahkan lebih lemah daripada sebelum kebijakan pro-pertumbuhan berubah pada kuartal IV-2024."
— Eric Zhu.
NBS mengatakan China akan menerapkan kebijakan makroekonomi yang lebih proaktif, terus memperluas permintaan domestik, dan mengoptimalkan pasokan.
Permintaan konsumen dan pelaku bisnis yang lemah di dalam negeri telah menghantui ekonomi terbesar kedua di dunia ini selama bertahun-tahun, mengakibatkan deflasi yang mengakar, sehingga mengurangi keuntungan dan upah.
Banyak tanda menunjukkan bahwa yang terburuk belum datang. Pertumbuhan pinjaman terperangkap dalam perlambatan dan penurunan tajam dan mengganggu investasi dalam beberapa bulan terakhir.
Perlambatan pertumbuhan konsumsi pada November kemungkinan disebabkan sebagian oleh penurunan penjualan mobil dan dimulainya promosi Hari Jomlo lebih awal dari biasanya.
Sebelum data ini dirilis, para ekonom Goldman Sachs Group Inc, termasuk Lisheng Wang, menulis bahwa pergeseran kalender tersebut menyebabkan sebagian permintaan berpindah ke Oktober.
Penjualan ritel juga terdampak akibat efek statistik yang tidak menguntungkan. China mulai meluncurkan subsidi pemerintah untuk pembelian barang konsumsi rumah tangga pada akhir 2024, menciptakan dasar perbandingan yang tinggi.
Efek meredupnya subsidi tukar tambah terlihat jelas dalam rincian angka pengeluaran pada November. Penjualan peralatan rumah tangga anjlok 19% dibandingkan tahun lalu, angka terburuk sejak awal 2020. Penjualan mobil turun 8%—penurunan terbesar sejak Mei 2022.
"Alasan utamanya, dampak kebijakan tukar tambah yang berubah dari faktor pendorong menjadi penghambat," kata Lynn Song, kepala ekonom untuk Greater China di ING Groep NV. "Ini berarti tahun depan kita perlu melihat perluasan kebijakan tukar tambah untuk mencakup kategori baru, atau kita perlu melihat metode baru untuk meningkatkan konsumsi."
Pada pertemuan ekonomi penting yang diadakan pekan lalu, para pemimpin tertinggi China menyebut peningkatan permintaan domestik sebagai prioritas utama di tahun baru, menandakan kewaspadaan terhadap ketidakpastian dalam perdagangan luar negeri.
Meski ada janji untuk mempertahankan kebijakan yang mendukung pertumbuhan, tampaknya tidak ada langkah agresif yang akan diambil untuk saat ini.
"Kontraksi aktivitas properti dan perlambatan penjualan ritel bergerak bersamaan," beber Raymond Yeung, kepala ekonom untuk Greater China di Australia & New Zealand Banking Group Ltd.
"Keduanya mendingin lebih cepat dalam beberapa bulan terakhir," katanya. "Tren ini bertentangan dengan pesan pemimpin untuk meningkatkan permintaan domestik. Pemerintah perlu mengambil tindakan pada 2026, dan setiap langkah kebijakan harus inovatif dan holistik, bukan sekadar langkah-langkah parsial dan sementara."
(bbn)

































