NICE memiliki cadangan nikel sebanyak 83,5 juta ton basah dengan sumber daya nikel mencapai 152,2 juta ton basah. Adapun, sampai akhir tahun 2024, produksi dan penjualan nikel dari NICE masing-masing sebesar 1,8 juta ton basah dan 1,7 juta ton basah.
Hanya saja, Mulianto menambahkan, rencana akuisisi aset tambang mineral kritis lainnya masih dalam tahap kajian awal. Dia memastikan tambang mineral kritis yang menjadi incaran ITMG berada di Indonesia.
“Untuk pertanyaan apakah yang dicari itu dalam negeri dan luar negeri, untuk ITMG kita akan fokus ke dalam Indonesia,” kata dia.
Di sisi lain, ITMG mencatatkan koreksi laba mencapai 29,51% sepanjang semester I-2025 akibat anjloknya harga batu bara. Saat itu, ITMG mencatat laba sebesar US90,98 juta, lebih rendah dari periode tahun sebelumnya di angka US$129,07 juta.
Adapun, pelemahan laba sejalan dengan penurunan pendapatan bersih sebesar 12,40% menjadi US$919,42 juta dari sebelumnya US$1,05 miliar pada semester I-2024.
Mayoritas pendapatan berasal dari penjualan batu bara ke pihak ketiga senilai US$897,16 juta. Selain itu, perusahaan juga mencatat penjualan ke pihak berelasi sebesar US$10,77 juta serta pendapatan jasa ke pihak ketiga senilai US$2,26 juta.
Meskipun pendapatan menyusut, ITMG berhasil menekan beberapa pos beban. Beban pokok pendapatan tercatat US$694,70 juta atau turun 10,28% dari US$774,29 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Beban penjualan juga terkoreksi 2,31% menjadi US$81,16 juta.
Hingga 30 Juni 2025, total aset ITMG mencapai US$2,39 miliar, sedikit menurun 0,83% dibandingkan dengan posisi akhir 2024 sebesar US$2,41 miliar. Sementara itu, liabilitas tercatat US$516,38 juta dan ekuitas US$1,87 miliar.
(naw/wdh)


































