Pesanan Boeing ini diperkirakan akan menjadi salah satu pembahasan dari kesepakatan dagang yang dianggap saling menguntungkan baik bagi Trump maupun Presiden China Xi Jinping, sebagai puncak dari negosiasi panjang yang kerap alot. Para pemimpin kedua negara sempat hampir mencapai pengumuman serupa pada 2023, namun saat itu Presiden Joe Biden dan Xi meninggalkan KTT San Francisco tanpa menandatangani penjualan pesawat.
Situasi bagi Boeing semakin rumit karena kekosongan kepemimpinan di China. Alvin Liu, eksekutif puncak Boeing di China yang fasih berbahasa Mandarin dan memiliki jaringan luas dengan pemerintah, meninggalkan perusahaan beberapa pekan lalu. Carol Shen ditunjuk sebagai presiden sementara Boeing China, menurut sumber yang mengetahui hal ini.
Boeing menolak berkomentar terkait potensi kesepakatan maupun perubahan manajemen.
Pesanan pesawat untuk Boeing telah menjadi bagian penting diplomasi AS sejak Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari. Negara-negara kerap mengumumkan kesepakatan baru, tentative, maupun yang sudah ada untuk pembelian pesawat dengan harga yang setara gedung pencakar langit guna mempersempit defisit perdagangan dengan AS.
AS dan China telah menggelar beberapa putaran perundingan sejak meredakan perang tarif yang sempat melonjak hingga 145%, namun belum mencapai kesepakatan dagang final. Pada awal musim panas, Xi dalam sebuah panggilan telepon mengundang Trump ke China pada waktu yang belum ditentukan. Salah satu peluang pertemuan adalah akhir Oktober, menjelang KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik di Korea Selatan.
Bagi China, kesepakatan ini akan mengamankan slot pengiriman pesawat yang sulit didapat baik di Boeing maupun Airbus, yang sudah hampir penuh hingga 2030-an. Pasar penerbangan komersial terbesar kedua dunia ini diperkirakan lebih dari dua kali lipat armadanya menjadi 9.755 pesawat dalam 20 tahun ke depan, menurut perkiraan Boeing, jauh lebih banyak dibanding kapasitas produksi Comac, pembuat pesawat lokal China.
Badan perencanaan ekonomi tertinggi China, National Development and Reform Commission, baru-baru ini meminta masukan dari maskapai China terkait jumlah pesawat yang mereka butuhkan, kata salah satu sumber. Diskusi berfokus pada seri 737 Max, jet lorong tunggal populer Boeing, sebagai tanda bahwa Beijing sedang menyiapkan dasar untuk pesanan besar.
Kesepakatan terakhir Boeing dengan China diumumkan pada November 2017, saat kunjungan kenegaraan pertama Trump ke China. Saat itu, kesepakatan mencakup pesanan dan komitmen untuk 300 pesawat lorong tunggal dan lorong ganda senilai US$37 miliar (Rp 599,77 triliun dengan asumsi US$1 sama dengan Rp16.210).
Tahun berikutnya, pengiriman Boeing ke China mencapai puncaknya. Sementara itu, Airbus mendominasi penjualan dan pengiriman ke China sejak 2019, ketika regulator negara itu menjadi yang pertama menghentikan operasi 737 Max setelah dua kecelakaan fatal.
Sejak awal 2019, Boeing hanya mencatat 30 pesanan dari maskapai dan perusahaan leasing China, menurut situs perusahaan. Dalam wawancara dengan Bloomberg pada Januari, CEO Kelly Ortberg optimistis bahwa pembicaraan panjang dengan Beijing akhirnya akan membuahkan hasil.
“Kami tentu berharap ada peluang tambahan untuk beberapa pesanan lagi dalam setahun ke depan dengan China,” ujarnya.
(bbn)






























