Sementara tenor acuan 10Y terpangkas yield-nya hingga 4,7 bps ke level 6,356% siang ini, memperpanjang periode bullish yang telah berlangsung sejak beberapa waktu terakhir.
Di Asia, kebanyakan mata uang bergerak menguat sejak pagi tadi seiring dengan makin susutnya pamor dolar AS dan penurunan yield US Treasury.
Indeks dolar AS menyentuh 97,73, sementara yield UST-10Y terpangkas ke level 4,233%.
Hari ini, yen Jepang memimpin reli di Asia dengan penguatan hingga 0,67%, disusul rupiah 0,6%, ringgit dan yuan serta rupee juga menguat. Hanya won dan baht yang tertekan di zona merah.
Musim gugur dolar AS
Data ekonomi AS yang lemah memperkuat skenario penurunan suku bunga The Fed dalam waktu dekat. Hal itu diyakini akan mengikis pamor aset-aset pasar AS, dan membuat emerging asset makin menarik.
Tak heran bila beberapa bank investasi asing mengeluarkan rekomendasi untuk menjual dolar AS. Salah satunya adalah, perusahaan pengelolaan investasi besar asal Jepang, Nomura Holdings Inc..
Nomur merekomendasikan para investor untuk menjual (short) dolar mereka menimbang berbagai faktor mulai data ekonomi AS yang lebih lemah serta pemangkasan bunga Federal Reserve.
Berbagai faktor itu akan membantu rupiah menguat secara signifikan terhadap dolar AS dalam beberapa bulan mendatang.
Melansir Bloomberg News, Kamis ini, Analis Nomura termasuk Craig Chan dalam catatannya, merekomendasikan 'short' pairing USD/IDR dengan target Rp15.500 per dolar AS pada akhir Oktober, untuk menjala keuntungan sebesar 4,5%.
Nomura melihat peluang pemangkasan bunga The Fed lebih awal karena data penting AS termasuk angka Nonfarm Payroll pada Juli masih lemah dengan revisi penurunan yang signifikan. Ditambah lagi angka inflasi inti CPI juga tidak menunjukkan kenaikan harga barang yang dikhawatirkan akibat faktor kebijakan tarif.
Arus masuk portofolio asing ke aset-aset Amerika menunjukkan perlambatan sekitar 50% setelah rilis data tenaga kerja, yang menggarisbawahi kekhawatiran yang terus berlanjut akan prospek aset keuangan di negeri itu.
Sementara arus masuk obligasi asing ke Indonesia masih berlanjut, menyentuh US$ 3,7 miliar tahun ini. Namun, posisi global fund di Surat Berharga Negara (SBN) RI masih rendah, yaitu US$ 58 miliar, sekitar 14,9% dari total outstanding. Angka itu masih jauh di bawah puncak penguasaan asing di SBN senilai US$ 80 miliar pada Januari 2020 lalu.
Kekhawatiran akan kondisi fiskal RI juga bisa mendukung penguatan rupiah lebih lanjut dengan perkiraan defisit APBN tahun ini sebesar 2,78% dari batas 3%.
Ditambah lagi adanya surplus neraca dagang yang membaik di tengah perdagangan komoditas, ketika tingkat keuntungan investasi riil di Indonesia masih tergolong tinggi di angka 4% akan memberi dukungan juga pada penguatan rupiah lebih lanjut.
(rui)






























