Logo Bloomberg Technoz

Pergerakan aset di pasar keuangan pekan ini masih didominasi oleh ekspektasi penurunan bunga The Fed dalam waktu dekat, menyusul data inflasi AS yang relatif masih terkendali. Pernyataan para pejabat The Fed terbaru agaknya akan memberikan dorongan lebih besar lagi ke pasar. 

Gubernur The Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan, dia masih melihat ada potensi penurunan bunga acuan satu kali tahun ini sebagaimana mestinya bila pasar tenaga kerja masih solid.

"Untuk sisa tahun ini, saya masih punya satu pemangkasan [bunga acuan] dalam prospek saya. Itu juga berdasarkan gagasan bahwa pasar tenaga kerja tetap solid. Jika pasar tenaga kerja melemah signifikan, keseimbangan risiko akan mulai terlihat berbeda dan jalur yang tepat pun akan terlihat berbeda," katanya, dilansir dari Bloomberg News, hari ini.

Sementara Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan, bunga acuan The Fed seharusnya 150 basis poin lebih rendah daripada sekarang.

"Saya pikir kita bisa melakukan serangkaian pemotongan suku bunga di sini, dimulai dengan penurunan sebesar 50 bps pada September. Jika Anda melihat model apapun, hasilnya menunjukkan bahwa kita mungkin akan turun 150-175 bps," kata Bessent dalam wawancara di BloombergTV.

Reaksi pasar mendapati berbagai pernyataan tersebut cenderung melanjutkan reli. Yield US Treasury bergerak turun di semua tenor. Melihat data Bloomberg pagi ini, yield UST-2Y terpangkas 6,1 bps bersama tenor 10Y yang juga turun hingga 6 bps.

Di Asia, valuta bergerak menguat pagi ini dipimpin oleh yen. Hanya won saja yang masih di zona merah pada Kamis pagi ini. 

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi menguat menuju level Rp16.150/US$ yang merupakan resistance pertama dengan target penguatan kedua akan tertembus di Rp16.110/US$.

Apabila kembali break kedua resistance tersebut, berpotensi menguat lanjutan dengan menuju level Rp16.100/US$ sampai dengan Rp16.050/US$ sebagai resistance terkuatnya dalam time frame daily.

Jika nilai rupiah terjadi pelemahan hari ini, dan gagal break resist, support menarik dicermati pada level Rp16.240/US$ dan selanjutnya Rp16.300/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Kamis 14 Agustus 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Reli surat utang

Penguatan rupiah pekan ini telah memicu reli harga surat utang dan saham. Dalam perdagangan kemarin, yield SUN kebanyakan bergerak turun. Yield 10Y misalnya, terpangkas 1,4 bps di level 6,396% pada perdagangan Rabu sore.

Yield SUN 5Y terpangkas 5,2 bps kini di 5,882%, lalu tenor 6Y juga turun 7,2 bps. Penurunan yield juga dicatat oleh tenor panjang 15Y dan 20Y, masing-masing 2,7 bps dan 2,3 bps kini di 6,750% dan 6,807%.

Sedangkan tenor 2Y kemarin masih naik 1,7 bps di level 5,556%.

Investor asing terus melanjutkan aksi borong SUN. Data Kementerian Keuangan mencatat, asing mencetak net buy sebesar US$278,3 week-to-date sampai data 12 Agustus.

Posisi kepemilikan asing di SUN kini mencapai Rp940,65 triliun, tertinggi sejak 1 November 2021.

Surat utang RI kemungkinan akan menjadi obligasi negara di Asia yang kian banyak diburu, berkat ekspektasi yang makin berkembang terkait potensi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Fed fund rate, juga berlanjutnya siklus pelonggaran moneter domestik di sisa tahun ini.

"Obligasi dengan mata uang lokal di Asia, khusus Indonesia [INDOGB], siap mendapatkan keuntungan yang signifikan dari skenario pelemahan dolar AS," kata Rajeev De Mello, Manajer Portofolio di GAMA Asset Management yang berpusat di Jenewa, Swiss, dilansir dari Bloomberg News.

Indonesia mencatat alokasi yang signifikan dalam portofolio obligasi emerging market yang mereka kelola.

Obligasi rupiah menjadi semakin sensitif terhadap naik turun US Treasury mengingat selisih imbal hasil di antara keduanya yang tipis, kini di kisaran 220 bps, berada 1,1 standar deviasi di bawah rata-rata lima tahun.

"Reli obligasi rupiah bisa saja terjadi, namun membutuhkan US Treasury untuk memimpin," kata Ahli Strategi Goldman Sachs termasuk di antaranya adalah Danny Suwarnapruti dan Xinquan Chen dalam catatannya Senin lalu, dikutip dari Bloomberg News.

(rui)

No more pages