Namun di tengah laporan bentrokan baru, pertemuan antara para komandan militer yang bertanggung jawab atas wilayah perbatasan Thailand-Kamboja kembali ditunda. Pertemuan yang semula dijadwalkan pada pukul 07.00 pagi itu telah diundur ke pukul 10.00, sebelum akhirnya kembali dibatalkan beberapa menit sebelum dimulai. Penjadwalan ulang ini menyusul kesepakatan gencatan senjata yang dicapai antara Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dalam pertemuan di Malaysia pada Senin.
Phumtham meremehkan laporan pelanggaran gencatan senjata dan menyebut bentrokan kemungkinan dipicu oleh oknum tentara Kamboja yang tidak patuh. "Pasukan kami merespons secara proporsional. Situasinya tetap damai," ujarnya.
Perjanjian damai antara dua negara Asia Tenggara ini menyusul lima hari pertempuran sengit—termasuk serangan udara dan tembakan artileri—yang menewaskan setidaknya 36 orang dan memaksa lebih dari 200.000 warga mengungsi dari daerah sekitar perbatasan sepanjang 800 kilometer.
Menurut Thitinan Pongsudhirak, profesor ilmu politik di Universitas Chulalongkorn, kesepakatan ini akan tetap “sementara dan rapuh” tanpa kehadiran pemantau netral di lapangan.
"Ada begitu banyak permusuhan, begitu banyak kemarahan, dan nasionalisme sedang memuncak di kedua belah pihak," ujar Thitinan. Ia menambahkan, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk meyakinkan masyarakat bahwa gencatan senjata layak diperjuangkan meski masih ada rasa saling tidak percaya—hal yang dinilainya sebagai “kerentanan” bagi kedua negara.
Konflik Thailand-Kamboja sendiri berakar dari perselisihan lama yang dipicu oleh peta dan perjanjian warisan era kolonial yang mengatur batas wilayah kedua negara. Hubungan kedua negara relatif stabil sejak bentrokan pada 2011 yang menewaskan puluhan orang, sebelum kembali memanas pekan lalu.
Kesepakatan gencatan senjata ini tercapai dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada Senin (28/7). Utusan dari AS dan China juga hadir dalam pertemuan tersebut, meskipun peran mereka belum diungkap secara jelas.
Setelah kesepakatan tercapai, Trump mengumumkan bahwa AS akan kembali melanjutkan negosiasi dagang dengan Thailand dan Kamboja, yang selama ini dikenai tarif sebesar 36%. Pemimpin Thailand, Phumtham, menyebut bahwa Bangkok berharap dapat memperoleh kesepakatan dagang yang “sangat baik” dari pemerintahan Trump.
Sementara itu, Menteri Keuangan Thailand Pichai Chunhavajira menyatakan pada Selasa bahwa negaranya “sangat dekat” untuk meraih kesepakatan dagang dengan AS.
(bbn)































