Selain itu, deflasi yang memburuk telah mendorong pertumbuhan PDB nominal—yang memperhitungkan perubahan harga—menjadi hanya 3,9% pada kuartal kedua, terlemah di luar masa pandemi sejak data kuartalan dimulai pada 1993.
Pemerintah kini memiliki peluang langka untuk mengatasi penurunan harga sebelum ekonomi melemah, meski menemukan solusinya tidak akan mudah.
"Deflasi, tantangan makro utama, masih berlanjut," tulis ekonom Morgan Stanley termasuk Robin Xing dalam laporan yang diterbitkan pada Rabu (16/7/2025).
Menurut Xing dan rekan-rekannya, meski sinyal terbaru dari para pembuat kebijakan untuk menekan perang harga merupakan "langkah ke arah yang benar," upaya ini kemungkinan besar tidak akan seefektif reformasi sisi penawaran pada 2015 karena kelebihan kapasitas makin besar, ruang fiskal untuk stimulus permintaan terbatas, dan kondisi makroekonomi melemah.
Mereka memperingatkan bahwa pertumbuhan PDB akan turun di bawah 4,5% pada paruh kedua tahun ini akibat efek balik dari pesanan ekspor yang diprioritaskan pada awal tahun serta dampak melemahnya stimulus fiskal.
Mereka juga memperkirakan para pembuat kebijakan mungkin akan mengeluarkan peningkatan stimulus fiskal yang moderat antara 500 miliar yuan (US$70 miliar) hingga 1 triliun yuan.
Ekonom ANZ termasuk Raymond Yeung memprediksi penurunan ekspor neto pada paruh kedua 2025 akan mengurangi pertumbuhan sebesar 0,5 poin persentase, menyebutnya sebagai tantangan terbesar bagi pertumbuhan periode tersebut.
Para analis melihat peluang yang rendah untuk revisi anggaran fiskal tengah tahun, mencatat dalam laporan Selasa bahwa lebih dari 75% defisit anggaran 10 triliun yuan belum dialokasikan hingga akhir Mei. Mereka memprediksi pemotongan suku bunga sebesar 20 basis poin pada sisa tahun ini.
Ekonom Goldman Sachs mengatakan para pembuat kebijakan tidak terburu-buru untuk meluncurkan stimulus yang luas atau signifikan dalam jangka pendek mengingat pertumbuhan ekonomi 2025 sejauh ini solid.
"Kami memperkirakan pelonggaran bertahap dan terarah untuk membantu menghentikan penurunan sektor properti dan mengurangi tekanan pasar tenaga kerja," kata mereka dalam catatan pada Selasa.
(bbn)
































