“Spiral inflasi upah-harga sepertinya tidak menjadi kekhawatiran dalam waktu dekat, menciptakan skenario yang mirip dengan ‘Goldilocks’.”
Ini menjadi sentimen negatif bagi mata uang nondolar AS. Di pasar offshore, rupiah forward (NDF) kemarin juga ditutup melemah ke level Rp16.242/US$. Pagi ini, pergerakannya masih di kisaran Rp16.230/US$.
Level itu lebih lemah dibanding posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp16.198/US$, mengisyaratkan pelemahan lebih mungkin terjadi hari ini terlebih tiada katalis yang bisa mengungkit rupiah ke arah sebaliknya.
Gubernur Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, dalam pernyataan terbarunya mengatakan agar kebijakan moneter dijalankan dengan penuh kehati-hatian di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
Ia menegaskan pendekatan wait and see dapat membantu memastikan para pejabat tidak perlu mengubah arah kebijakan suku bunga di kemudian hari.
“Saya meyakini bahwa periode dengan ketidakpastian yang begitu luas bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan perubahan signifikan dalam kebijakan moneter,” kata Bostic dalam sebuah acara di Frankfurt pada Kamis waktu setempat. “Terlebih lagi ketika kondisi makroekonomi masih cukup tangguh, sehingga memberi ruang bagi kita untuk bersabar.”
Pergerakan mata uang Asia pada Jumat pagi cenderung bervariasi. Ringgit, baht dan won melemah. Sedangkan yen, dolar Singapura, dolar Hong Kong dan yuan offshore menguat.
Negosiasi tarif
Pasar juga akan mencermati perkembangan negosiasi tarif perdagangan antara Indonesia dengan AS yang masih belum menghasilkan kesepakatan apa-apa sampai hari ini, mendekati tenggat 9 Juli.
Bila tak tercapai kesepakatan sampai tanggal tersebut, RI akan terkena tarif resiprokal 32%, lebih tinggi ketimbang yang dikenakan pada Vietnam sebesar 20%.
Dalam pernyataan terakhir kemarin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto mengatakan Pemerintah Indonesia akan menandatangani pakta perdagangan dan investasi senilai US$ 34 miliar pada 7 Juli nanti.
Airlangga mengatakan, Delegasi Indonesia saat ini sudah berada di Washington, D.C, Amerika Serikat bersama dengan negara lain seperti India, Jepang, Uni Eropa, Vietnam dan Malaysia.
"Indonesia menunjukkan sangat serius untuk menanggapi tarif ini. Indonesia sudah secara tertulis pun sudah memasukkan dan sudah dibahas, baik itu dengan United States Trade Representative [USTR], dengan Secretary of Commerce maupun Secretary of Treasury," kata Airlangga.
(rui)































