Logo Bloomberg Technoz

Kenaikan harga gas alam ikut mengatrol harga batu bara. Sepanjang pekan lalu, harga gas di pasar TTF (Belanda) naik 0,59%. Dalam periode yang sama, harga gas di Inggris terangkat 2,77%.

Saat harga gas makin mahal, maka insentif untuk beralih ke batu bara akan meningkat. 

Kenaikan harga gas disebabkan oleh penurunan tensi perang dagang. Bloomberg News mengabarkan, China membuka ruang untuk negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS).

“Pihak AS mengirimkan sejumlah pesan ke China dengan maksud untuk membuka dialog. China tengah mengkaji soal ini,” sebut keterangan Kementerian Perdagangan China.

Saat perang dagang berhasil diredam, maka arus perdagangan akan lebih semarak. Alhasil ada harapan akan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

Pertumbuhan ekonomi sama dengan peningkatan konsumsi energi. Ini yang kemudian mengatrol harga komoditas energi, termasuk gas dan kemudian batu bara.

Coal power plant./dok. Bloomberg

Analisis Teknikal

Lalu bagaimana proyeksi harga batu bara untuk minggu ini? Apakah bisa naik lagi atau malah terkoreksi?

Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), batu bara masih terjebak di zona bearish. Terbukti dengan Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 28,95. RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bearish.

Sementara indikator Stochastic RSI ada di 17,31. Sudah di bawah 20, yang berarti jenuh jual (oversold).

Sedangkan indikator Average True Range (ATR) 14 hari ada di 3,75. Artinya, harga batu bara sepertinya masih memiliki volatilitas tinggi.

Harga batu bara kini sudah menyentuh Moving Average (MA) 10. Dengan begitu, target resisten terdekat adalah MA-20 di US$ 107/ton. 

Adapun target support terdekat adalah US$ 96/ton. Jika tertembus, maka harga batu bara bisa longsor ke arah US$ 91/ton.

(aji)

No more pages