Logo Bloomberg Technoz

"Jika Apple tidak yakin AS mampu melakukannya, mereka mungkin tidak akan mengeluarkan uang sebanyak itu," kata Sekretaris Pers Karoline Leavitt, mengutip dari Bloomberg News, Selasa (15/4/2025). 

Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu.

Apple memang perusahaan AS, tetapi iPhone adalah produk global. Di balik desain dan pengembangan yang dilakukan di Cupertino, California, terdapat rantai pasok raksasa yang tersebar di lebih dari 40 negara, dan sebagian besar proses manufakturnya terpusat di Asia, terutama di China dan India.

Bahkan kompleks pabrik Foxconn di Zhengzhou, China, sering dijuluki, lantaran telah mempekerjakan ratusan ribu orang dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung lengkap seperti sekolah, klinik, bahkan asrama. Di sinilah sebagian besar iPhone dirakit—sebuah operasi industri dengan skala dan efisiensi yang belum bisa ditiru oleh negara mana pun, termasuk AS.

Ilustrasi produsen iPhone, Foxconn atau Hon Hai Precision Industry Co. (Dok: Bloomberg)

Menurut Matthew Moore, mantan teknisi manufaktur Apple, untuk bisa mereplikasi kemampuan produksi iPhone di AS, “Seluruh kota seperti Boston harus berhenti beroperasi dan dialihfungsikan untuk merakit iPhone.”

Ekosistem Industri Tidak Tersedia di AS

Salah satu kesalahpahaman terbesar dalam argumen “membawa manufaktur pulang kerumahnya" adalah mengabaikan realitas ekosistem industri yang kompleks.

Produksi iPhone tidak hanya membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar, tetapi juga jaringan pemasok komponen, teknologi perkakas tingkat tinggi, dan ribuan teknisi terampil yang mana semua ini telah terakumulasi selama puluhan tahun di Asia.

Bahkan CEO Apple Tim Cook menyatakan sejak 2017, China bukan lagi pilihan karena murah, melainkan karena ketersediaan keahlian. "Di AS, Anda bisa mengadakan pertemuan teknisi perkakas dan belum tentu bisa memenuhi satu ruangan. Di China, Anda bisa mengisi beberapa lapangan sepak bola," ungkapnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Wall Steert Journal.

Amerika saat ini kekurangan tenaga kerja dengan latar belakang STEM, serta minim pusat pelatihan teknisi pabrik. Dukungan teknik dan keahlian produksi presisi tidak tumbuh semudah membangun pabrik fisik.

Otomatisasi Belum Jadi Jawaban

Sebagian pendukung argumen, Trump berkilah jika semua proses produksi bisa diotomatisasi. Menteri Perdagangan Howard Lutnick bahkan mengatakan hal tersebut dalam wawancaranya dengan CBS, yang mengisyaratkan bahwa "pasukan yang terdiri dari jutaan dan jutaan manusia akan diotomatisasi."

Namun menurut sebagian ahli pasok dan mantan karyawan Apple, kenyataannya lebih rumit. Otomatisasi memang digunakan di beberapa tahap, tetapi merakit iPhone masih sangat bergantung pada keterampilan manusia, terutama dalam mengelola bagian-bagian kecil dan sensitif.

Selain itu, Apple mengubah desain, material, dan teknologi iPhone hampir setiap tahun. Ini membuat proses produksi sangat dinamis dan tidak cocok untuk sistem otomatisasi penuh yang biasanya lebih cocok untuk produk stabil dan jangka panjang.

Pengguna mencoba iPhone 16 series. (Bloomberg)

"Setiap perubahan kecil bisa berarti perlu membangun ulang jalur produksi" ujar seseorang  yang mengetahui rantai pasokan Apple yang meminta untuk tidak disebutkan namanya. "Laju perubahan membuat otomatisasi menjadi jauh lebih sulit."

India Jadi Alternatif, AS Masih Ketinggalan

Alih-alih kembali ke Amerika, Apple justru memperluas produksi iPhone ke India. Negara tersebut kini menjadi basis manufaktur iPhone terbesar kedua setelah China, dan sudah menyuplai perangkat untuk pasar Amerika.

Perpindahan ini bukan hanya untuk diversifikasi, tetapi juga strategi jangka panjang menghadapi ketegangan perdagangan antara AS dan China. Namun, perlu dicatat bahwa butuh satu dekade bagi Apple untuk mengembangkan kapasitas produksi iPhone di India, dengan proses yang jauh lebih sulit untuk direplikasi di AS.

Produksi Apple di negara lain seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia juga terus tumbuh, tapi difokuskan pada produk lain seperti Mac, AirPods, dan iPad bukan iPhone.

Secara teknis, Apple bisa membangun pabrik iPhone di Amerika. Perusahaan juga pernah memproduksi desktop Mac Pro di Texas. Namun, jumlahnya mungkin sangat kecil atau hanya ribuan unit per tahun. Bandingkan dengan iPhone yang dijual ratusan juta unit tiap tahun dalam berbagai varian warna dan kapasitas.

Kolumnis teknologi Wall Street Journal Joanna Stern mengatakan, "apa pun bisa dilakukan dengan cukup waktu, uang, dan mungkin sedikit keajaiban." Tapi untuk iPhone, bahkan ahli industri menilai bahwa memindahkan seluruh rantai pasok ke AS adalah tugas hampir mustahil. Dibutuhkan 3 hingga 5 tahun, dengan miliaran dolar AS investasi, dan perubahan besar dalam sistem pendidikan serta tenaga kerja.

Dengan demikian, ambisi Presiden Trump untuk membawa manufaktur kembali ke Amerika memiliki semangat nasionalis  yang kuat. Namun dalam praktiknya, manufaktur modern khususnya untuk produk sekompleks iPhone, bukan hanya soal lokasi geografis, tetapi soal infrastruktur, ekosistem, keahlian, serta jaringan global.

Harga iPhone 16 yang Baru Rilis Resmi dan Fitur Unggulan Lainnya (Bloomberg Technoz/Arie Pratama)

(wep)

No more pages