Logo Bloomberg Technoz

China sebelumnya terus menambah kapasitas smelter tembaganya, meskipun bijih dari tambang di seluruh dunia tengah langka. Hal itu menyebabkan biaya atau fee pemrosesan turun ke level negatif, yang membuat pabrik peleburan harus membayar untuk memproses konsentrat menjadi logam olahan.

Menggunakan scrap sebagai gantinya telah menjadi solusi praktis dan menyumbang sekitar 30% dari produksi tembaga olahan pada 2023, menurut angka terbaru dari Asosiasi Industri Logam Nonferrous China.

Pengiriman AS ke China juga anjlok selama perang dagang dengan pemerintahan Trump pertama, sebelum volume berangsur pulih.

Tanggung jawab sekarang pada eksportir adalah mencari pembeli alternatif untuk tumpukan besi tua mereka. Kelangkaan bijih global dapat mempermudah hal itu — kecuali bea masuk juga dikenakan di negara lain.

Jika Trump 2.0 berhasil membangun kembali basis manufaktur Amerika, termasuk pemrosesan logam, kemungkinan pasokan di masa mendatang hanya akan digunakan untuk keperluan dalam negeri.

Ekspor konsentrat tembaga AS ke China juga diperkirakan akan merosot menjadi antara 50.000 dan 70.000 ton tahun ini, menurut SMM, dibandingkan dengan 460.000 ton pada 2024.

Namun, hal itu tidak akan berdampak sebesar itu karena pasokan Amerika hanya menyumbang kurang dari 2% dari pembelian China tahun lalu.

(bbn)

No more pages