“Selama ini kan harga batu bara acuan kita itu kan dikendalikan atau ditentukan oleh negara lain. Bahkan, sampai kemudian harga [batu bara] kita dihargai jauh lebih murah ketimbang negara lain,” terang Bahlil.
“Nah kita harus punya independensi, harus punya nasionalisme. Jangan harga batu bara kita ditentukan oleh orang lain, harganya rendah. Aku enggak mau itu. Jadi kita sekarang membuat HBA agar harga kita juga mempunyai harga yang baik di pasar global.”
Sebelumnya, kalangan pelaku industri pertambangan batu bara menilai penggunaan HBA dalam kegiatan ekspor bakal memengaruhi kinerja penjualan komoditas tambang andalan Indonesia itu.
Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI)/Indonesian Coal Mining Association (ICMA) Gita Mahyarani menjelaskan selama ini HBA tidak banyak digunakan untuk kegiatan ekspor batu bara lantaran formula acuannya didasari dari harga jual beberapa pekan sebelumnya.
Hal ini berbeda dengan indeks batu bara yang menggunakan basis harga per pekan, sehingga lebih lazim digunakan dalam transaksi ekspor-impor.
“[Dengan demikian,] hal yang harus dipikirkan adalah bagaimana HBA ini bisa kompetitif dengan indeks lainnya,” ujar Gita saat dihubungi, baru-baru ini.
Gita menyebut pengusaha batu bara membutuhkan penjelasan lebih lanjut dari Kementerian ESDM, terkait dengan upaya pemerintah mewajibkan ekspor batu bara menggunakan HBA sebagai basis transaksi.
“Kembali lagi, dari yang berlaku saat ini, penjualan berdasarkan kontrak bisnis dengan buyer. Kalau tidak kompetitif, otomatis akan berdampak pada penjualan. Kita perlu memahami mekanisme HBA yang dimaksud menteri agar bisa digunakan untuk transaksi.”
HBA yang selama ini diatur pemerintah, terang Gita, tidak digunakan untuk penjualan yang bersifat business to business (b2b). Adanya kewajiban penggunaan HBA dalam transaksi ekspor disebut justru akan mengintervensi kegiatan bisnis, yang seharusnya tidak menjadi ranah pemerintah.
Bagaimanapun, Gita tetap mengapresiasi pandangan Bahlil dalam meletakkan batu bara sebagai komoditas penting, terlebih melalui upaya pengendalian produksi.
“Namun, akan perlu effort untuk meyakinkan pembeli [di luar negeri] dalam aplikasi HBA sebagai referensi dan pastinya akan membutuhkan waktu,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho juga berpendapat, jika pemerintah menghendaki HBA digunakan sebagai acuan ekspor, Fathul menyarankan agar harga yang dijadikan tolok ukur di-update setiap pekan.
Dengan demikian, eksportir dapat mengikuti fluktuasi harga komoditas batu bara dunia.
Secara umum, Fathul mengaku menyambut baik wacana mandatori penggunaan HBA dalam transaksi ekspor batu bara lantaran diyakini dapat meningkatkan kedaulatan Indonesia dalam penentuan harga batu bara di pasar internasional.
Hanya saja, dia menggarisbawahi, ke depannya formula HBA harus diubah agar lebih mencerminkan biaya penambangan di Indonesia yang makin tinggi dikarenakan stripping ratio yang kian besar dan biaya pembebasan lahan serta bahan bakar yang makin tinggi.
Untuk diketahui, perhitungan HBA termaktub di dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 227.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan Untuk Penjualan Komoditas Batubara, yang ditetapkan pada 11 Agustus 2023.
Sesuai aturan tersebut, formula perhitungan HBA dilandaskan pada rerata tertimbang volume harga jual batu bara. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan rentang sampel kalori pada pekan kedua dan ketiga bulan sebelumnya.
Formula perhitungan HBA ini terdiri dari:
- HBA dengan nilai kalori 6.322 kcal/kg GAR
- HBA I dengan nilai kalori 5.300 kcal/kg GAR
- HBA II dengan nilai kalori 4.100 kcal/kg GAR
- HBA III dengan nilai kalori 3.400 kcal/kg GAR
Adapun, HBA digunakan sebagai dasar perhitungan Harga Patokan Batubara (HPB).
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)




























