"Beijing sedang menata ulang sektor swasta sebagai pilar utama daya saing nasional di tengah tantangan ekonomi dan geopolitik," ujar Robin Xing, Kepala Ekonom China di Morgan Stanley.
Menurut Xing, meski ada indikasi bahwa kebijakan regulasi akan dilonggarkan, kehadiran kembali tokoh bisnis berpengaruh seperti Jack Ma bisa menjadi tanda bahwa periode pengetatan telah berakhir. Meski demikian, ia menekankan bahwa kebijakan yang mendorong konsumsi tetap dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan dunia usaha.
Saham perusahaan China yang terdaftar di Hong Kong melonjak lebih dari 2% pada perdagangan Selasa (18/02/2025) siang, dengan Alibaba Group Holding Ltd dan Xiaomi Corp menjadi penyumbang utama kenaikan. Investor tampaknya mulai mengalihkan dananya ke pasar saham, mendorong imbal hasil obligasi pemerintah China bertenor satu tahun naik delapan basis poin ke level 1,5%, yang tertinggi sejak Agustus lalu.
Para pemimpin Tiongkok kini berupaya memperkuat ekonomi di tengah ancaman perang dagang kedua dengan AS. Kali ini, China lebih bergantung pada ekspor dibandingkan perang dagang sebelumnya, sementara konsumsi domestik masih lesu.
Keberhasilan DeepSeek dalam mengembangkan kecerdasan buatan menjadi contoh bagaimana sektor teknologi dapat membangkitkan optimisme. Tanpa campur tangan pemerintah, inovasi perusahaan ini memicu reli pasar saham senilai 1,3 triliun dolar AS di bursa dalam dan luar negeri.
"Untuk ekonomi yang sedang mengalami krisis kepercayaan, ini adalah dorongan besar. Daftar peserta pertemuan juga menarik—didominasi oleh pemimpin industri teknologi, tanpa kehadiran taipan properti. Ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi kini lebih berorientasi pada sektor teknologi dan bukan lagi pada pengembangan properti," ujar Eric Zhu, ekonom dari Bloomberg Economics.
Arah kebijakan Xi akan semakin jelas dalam pertemuan tahunan parlemen pada Maret mendatang, di mana Beijing diperkirakan akan menetapkan target pertumbuhan sekitar 5%. Para analis yang disurvei Bloomberg memprediksi ekonomi China hanya akan tumbuh 4,5% tahun ini.
Namun, para pengambil kebijakan menghadapi tantangan besar, termasuk ancaman deflasi terpanjang sejak era Mao Zedong serta meningkatnya hambatan ekspor akibat ketegangan dengan AS dan negara-negara mitra lainnya.
"Xi mengirimkan pesan kepada Trump bahwa jika AS memiliki Elon Musk, maka China memiliki jajaran pemimpin teknologi yang kuat," kata George Chen, Co-Chair Digital Practice di The Asia Group, sebuah firma konsultasi bisnis dan kebijakan.
Berbeda dengan pertemuan Trump dengan tokoh Silicon Valley bulan lalu, media pemerintah China hanya menampilkan para CEO teknologi dari belakang, dengan fokus utama tetap pada Xi. Hal ini menandakan bahwa kendali negara atas sektor swasta mungkin belum sepenuhnya berakhir. Menurut sumber yang mengetahui masalah ini, regulator telah memberi tahu Xiaohongshu Technology Co—pemilik aplikasi Rednote—bahwa menggandeng investor milik negara dapat mempermudah persetujuan untuk pencatatan saham di masa depan.
Sebagian pihak masih skeptis terhadap perubahan kebijakan ini. Ketika Xi mengadakan pertemuan serupa dengan pengusaha swasta pada 2018, ia menegaskan bahwa mereka adalah "orang-orang kami sendiri." Saat itu, situasi ekonomi juga mirip dengan sekarang—ekspor China tengah melemah dan negara tersebut berada di tengah perang dagang dengan Trump.

Namun, dua tahun kemudian, Beijing justru memperketat kendali atas perekonomian dan mengalihkan sumber daya ke prioritas Xi, termasuk keamanan nasional. Pada November 2020, IPO Ant Group—anak usaha Alibaba—dibatalkan secara mendadak, menghapus nilai pasar lebih dari satu triliun dolar AS dari perusahaan-perusahaan swasta terbesar di China.
Sejak saat itu, Beijing terus berusaha memulihkan kepercayaan investor terhadap sektor swasta. Pandemi dan kebijakan Covid Zero semakin memperburuk situasi, menghambat pertumbuhan bisnis. Saat ini, sektor swasta masih menyumbang sekitar 65% dari PDB dan menciptakan hampir 90% lapangan kerja di perkotaan.
Namun, upaya Beijing sejauh ini belum cukup mengembalikan minat investasi. Data menunjukkan bahwa investasi aset tetap oleh sektor swasta tetap stagnan sejak 2022, jauh di bawah pertumbuhan tahunan rata-rata 6,5% dalam lima tahun sebelum pandemi.
Meskipun pertemuan ini menunjukkan sikap yang lebih lunak terhadap sektor swasta, pengalaman beberapa tahun terakhir mengajarkan para pengusaha bahwa keberhasilan mereka sangat bergantung pada keselarasan dengan kebijakan Partai Komunis.
"Pesan Xi kepada dunia usaha tetap konsisten: perusahaan swasta harus sejalan dengan narasi dan kebijakan partai jika ingin berkembang," kata George Magnus, peneliti dari China Centre, Universitas Oxford. "Tentu saja baik jika perusahaan swasta dapat berkembang, tetapi dalam sistem di mana partai mengendalikan segalanya, batasan terhadap mereka tetap ada."
(bbn)