“Jadi kita fair enough untuk teman-teman pebisnis juga, selain untuk negara juga lebih bagus,” kata dia.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menerangkan penerapan bea keluar untuk batu bara dilakukan untuk menjaga pasokan di dalam negeri.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto berharap bea keluar itu bisa menjamin pasokan batu bara untuk kebutuhan domestik terpenuhi.
“Untuk menjamin keterpenuhan kebutuhan dalam negeri,” kata Nirwala kepada awak media di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Nirwala menerangkan alasan penerapan bea keluar untuk batu bara itu mirip dengan pungutan ekspor yang dikenakan untuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Menurut dia, instrumen bea keluar itu bisa menjaga arus ekspor dikendalikan saat harga komoditas emas hitam mengalami lonjakan.
Rencana penerapan bea keluar untuk batu bara muncul dalam bahasan Panitia Kerja (Panja) Penerimaan di Komisi XI DPR RI awal Juli 2025 lalu.
Saat itu, Panja mengusulkan agar batu bara dan emas mulai dikenakan bea keluar untuk menambah pundi-pundi negara dari lini kepabeanan.
Usulan tersebut termaktub di dalam Laporan Panitia Kerja Penerimaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024—2025 tertanggal 7 Juli 2025.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk mengumumkan besaran tarif bea keluar batu bara dan emas pada tahun ini, sebelum resmi berjalan pada 2026.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan kementeriannya akan segera mengumumkan rentang harga batu bara dan emas yang dikenakan BK, termasuk besaran tarifnya.
“Bea keluar oke lah, kita ada range kan, range tertentu pada saat harga-harga ekonominya bagus baru dia diterapkan,” kata Tri kepada awak media, usai Energi dan Mineral Festival 2025, dikutip Kamis (31/7/2025).
“Nanti ada pengumuman, tahun ini,” tegas dia.
(naw/wdh)
































