Dalam kesempatan itu, Direktur Utama PT ThorCon Power Indonesia Niels Berger menyatakan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi inisiator pemanfaatan teknologi nuklir.
"Kami melihat Indonesia sebagai negara dengan potensi besar untuk memimpin dalam pemanfaatan teknologi nuklir yang aman dan efisien. Kerja sama ini menjadi tonggak awal untuk menghadirkan solusi energi jangka panjang yang bersih dan stabil,” ungkap Niels, dalam keterangan pers yang sama.
PLN Nusantara Power dan ThorCon juga disebut membuka peluang melibatkan anak perusahaan atau afiliasi dalam pelaksanaan studi tersebut.
PLTN Tapak
Pada kesempatan sebelumnya, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menyatakan hingga saat ini hanya PT ThorCon Power Indonesia yang telah mengajukan persetujuan evaluasi tapak untuk membangun PLTN di Tanah Air.
“Saat ini yang baru mengajukan persetujuan evaluasi tapak itu hanya ThorCon, yang lainnya belum. Jadi secara formal belum ada yang mengajukan keperluannya. Namun, penjajakan mungkin dengan Kementerian ESDM, BRIN, kemudian juga dengan PLN,” kata Plt Kepala Bapeten Sugeng Sumbarjo, Mei.
Akan tetapi, dokumen persetujuan evaluasi tapak milik ThorCon dikembalikan oleh Bapeten lantaran sejumlah data kurang lengkap.
Sugeng menyebut salah satu data yang harus dilengkapi oleh ThorCon yakni data mengenai geologi dan tsunami.
“Dikembalikan karena kurang lengkap isinya, karena nanti begitu disetujui mereka harus melakukan A, B, C, D persyaratan sesuai persyaratannya,” ujarnya.
Dalam proses pembangunan PLTN, Sugeng menjelaskan perusahaan harus mengajukan persetujuan evaluasi tapak.
Evaluasi tersebut merupakan pengumpulan data, pengukuran parameter geologi, vulkanologi, dispersi, tsunami, banjir, topan, gempa bumi, hingga ancaman manusia.
Untuk diketahui, ThorCon mengajukan evaluasi tapak yang berlokasi di Pulau Gelasa, Bangka Belitung.
Kala itu, Plt Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Anugerah Widiyanto menuturkan hingga saat ini sudah tiga kali dilakukan kajian tapak PLTN.
Anugerah memerinci tiga kajian itu yakni pertama di Gunung Muria, Jepara yang telah dilaksanakan pada 1991—1996. Kedua di Bangka pada 2010—2012.
“Terakhir walaupun kini masih belum lengkap, pada 2020, dan terdapat potensi tapak sebanyak 28 tapak,” tutur Anugerah dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (30/4/2025).
Anugrah menyebut hingga saat ini hanya ada satu tapak yang sudah berizin yakni berlokasi di Serpong, Banten. Kemudian terdapat tiga tapak yang sedang dievaluasi, dan tapak yang terpilih.
“Ada tiga tapak yang telah dievaluasi, yaitu di Bangka Barat, Bangka Selatan, dan Muria, Jepara. Dua tapak terpilih, yaitu yang di Kalimantan Barat, serta di Banten, dan ada beberapa tapak potensial, antaranya di Batam, Pulau Gelasa, Madura, Lombok, dan Kalimantan Timur,” ucap Anugerah.
“Jadi yang sudah siap mungkin Bangka dan Muria, Jepara,” tambahnya.
(azr/wdh)
































