Dengan demikian, menurut Septo, diperlukan strategi seperti memperbaiki tampilan tempat agar tetap bisa menggaet pengunjung.
"Contohnya adalah Plaza Semanggi yang sekarang jadi Plaza Nusantara. Bagaimana konsep berubah sangat total, bagaimana menciptakan ruang-ruang yang memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk berinteraksi," tambahnya.
Melihat adanya pergeseran kebiasaan masyarakat ini, kata Septo, tak sedikit pusat perbelanjaan yang sudah menyiapkan titik-titik untuk pengunjung melakukan interaksi.
"Makanya pusat perbelanjaan konsep sudah berubah, yang tadinya tempat belanja sekarang sudah mulai menyiapkan spot-spot yang terkait dengan rekreasi hiburan, experience journey, dan lainnya," jelasnya.
Sebagai catatan, Colliers Indonesia mencatat tingkat okupansi mal kelas atas dan premium sudah menyentuh angka 80 hingga 90%.
Hanya saja, tingkat keterisian untuk pusat perbelanjaan menengah ke bawah di Jakarta berada di kisaran angka 50% sampai kuartal I-2025.
Meski begitu, Colliers menyebutkan Food and Beverages (F&B) menjadi sektor yang memiliki peran penting untuk menaikkan tingkat keterisian di pusat perbelanjaan yang ada di Indonesia di sepanjang semester I-2025.
Saat ini, sektor makanan dan minuman menyangga sekitar 41,2% dari okupansi pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta pada Semester I-2025.
Sementara itu, sektor fashion dan apparel menyumbang sekitar 22,1% dari tingkat keterisian mal.
Selanjutnya, sektor beauty and wellness menyumbang 12,2% dari tingkat keterisian mal.
Sebanyak 7,4% diiisi oleh tenant-tenant lifestyle, 6,7% disumbang dari home and furniture. Sisanya disumbang oleh watch and jewelry serta lainnya masing masing sebesar 5,1% dan 5,3%.
(mef/naw)


































