Logo Bloomberg Technoz


Pada periode 2018—2022, China merupakan sumber utama impor baja ke Indonesia, diikuti oleh Jepang, Oman, Korea Selatan, Rusia dan Afrika Selatan.

Sampai dengan Oktober 2023, China tetap menjadi negara sumber impor produk baja terbesar bagi Indonesia dengan jumlah mencapai 3,35 juta ton atau meningkat signifikan sebesar 28,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kendati demikian, Purwono kembali mengutip proyeksi analis yang menyampaikan bahwa permintaan China diprediksi tumbuh 1% hingga 2%.

Dalam laporannya, IISIA menyebutkan, beberapa analis pasar memperkirakan konsumsi baja China pada 2024 kemungkinan mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 0,2% menjadi 944,6 juta ton.

Adapun, SteelMint’s — salah satu institusi intelijen pasar— memproyeksikan pertumbuhan permintaan baja China pada 2024 akan mencapai 3%.

Menurut SteelMint’s, dua sektor utama permintaan domestik China diperkirakan akan tumbuh positif, yaitu sektor industri dan investasi aset tetap. Sektor industri China diperkirakan mempertahankan tingkat pertumbuhan sebesar 4% atau lebih tinggi pada 2024.

"Kinerja sektor manufaktur peralatan, terutama peralatan berteknologi tinggi dengan konsumsi baja yang besar, akan tumbuh lebih cepat. Selain itu, Pemerintah China sedang menempuh kebijakan merangsang pembelian mobil, khususnya mobil listrik,” papar lembaga tersebut.

Produk baja milik PT Krakatau Steel. (Dok humas Kementerian Perdagangan)

Tujuan Ekspor

Selain menjadi sumber utama impor, China juga merupakan tujuan utama ekspor produk baja nasional yang terus mengalami pertumbuhan sejak 2018, diikuti oleh Taiwan, India, Filipina dan Malaysia.

Sampai dengan Oktober 2023, mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya, China tetap menjadi negara tujuan ekspor produk baja terbesar bagi Indonesia mencapai 8,1 juta ton, meningkat signifikan sebesar 20,2% dari periode yang sama 2022.

Ekspor ke China ini mencapai 55% diikuti Taiwan 8%, India 5%, Vietnam 4%, Filipina 3% dan lainnya 25%.

Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan ekspor besi dan baja ke Negeri Panda. 

Purwono menyebutkan IISIA optimistis pemerintah akan memberikan dukungan untuk pertumbuhan industri besi dan baja pada 2024.

“[Dukungan] melalui program-program yang selama ini telah dijalankan untuk mendukung industri baja nasional, antara lain peningkatan penggunaan produk baja dalam negeri, Standar Nasional Indonesia [SNI] wajib, substitusi impor dan pengawasan produk impor dan dukungan lainnya,” pungkasnya.

Adapun, IISIA memproyeksikan konsumsi baja nasional tumbuh sebesar 5,2% menjadi 18,3 juta ton pada 2024 dari realisasi sebanyak 17,4 juta ton tahun lalu.

Dalam laporan terbarunya, IISIA juga memproyeksikan produksi pada tahun ini akan tetap tumbuh 5,2% menjadi 15,9 juta ton dari 15,2 juta ton pada 2023, sedangkan ekspor melesat 18,6% menjadi 7,1 juta ton dari 6,0 juta ton.

“IISIA memproyeksikan konsumsi baja nasional atau Apparent Steel Consumption [ASC] pada 2024 akan tumbuh sebesar 5,2%, sesuai tingkat pertumbuhan rata-rata periode 2020—2023, menjadi 18,3 juta ton,” sebagaimana dikutip melalui laporan Proyeksi Kinerja Baja Nasional.

(dov/wdh)

No more pages