Atas dasar itu, dia berpendapat kenaikan harga BBM nonsubsidi di atas 10% akan terlalu riskan dan dikhawatirkan berpengaruh negatif terhadap inflasi. Terbukti, kenaikan harga Pertamax beberapa waktu terakhir sudah cukup mencederai daya beli, meski tidak secara signifikan.
“Kenaikan itu juga dianggap akan memberikan beban kepada masyarakat,” tuturnya.
Selisih Harga Pertamina dan SPBU Swasta
Di sisi lain, Tauhid menilai apabila selisih harga antara BBM nonsubsidi Pertamina jenis Pertamax dari bensin RON 92 lainnya dari SPBU swasta makin menipis, terdapat kemungkinan masyarakat akan berpaling dari penggunaan Pertamax.
Hal tersebut disinyalir menjadi salah satu penyebab harga BBM nonsubsidi Pertamina tidak akan dinaikkan terlalu drastis. Pemerintah menghindari risiko migrasi operator swasta, seperti Shell, untuk mengambil pangsa pasar Pertamax.
“Kalau jaraknya Rp2.000/liter, orang akan mempertimbangkan beli Pertamax, tetapi kalau Rp500—Rp1.000 per liter orang akan beralih karena bedanya tipis. Kalau misalnya terlalu dekat, orang akan beralih ke Shell, karena orang percaya kualitasnya lebih bagus. Intinya begitu, [akan ada] peralihan. Nanti lama kelamaan laba Pertamina berkurang karena volume [penjualan BBM nonsubsidi]-nya [berkurang karena] orang akan beralih ke Shell,” ujarnya.
Kenaikan Harus Dilakukan
Lebih lanjut, Tauhid menilai kenaikan harga BBM nonsubsidi memang harus dilakukan lagi dalam waktu dekat agar harganya tidak terdistorsi oleh pasar. Sebab, berbeda dengan BBM bersubsidi seperti Pertalite, harga Pertamax dilandasi oleh pergerakan harga pasar.
Sementara itu, Analis Industri dan Regional Bank Mandiri Ahmad Zuhdi berpendapat kemungkinan harga BBM nonsubsidi untuk kembali turun sangat kecil, meski anomali harga minyak sudah tidak seliar kuartal III-2023.
“Saya rasa tidak [akan turun] ya, karena harga keekonomian [BBM nonsubsidi] masih berada di atas harga ritel sekarang,” ujarnya saat dihubungi, baru-baru ini.
Belakangan, santer berembus kabar BBM nonsubsidi bakal kembali naik pada 1 November 2023. Jika terjadi, ini akan menjadi kenaikan kali ketiga beruntun setelah Pertamina menaikkan harga Pertamax dkk. tiap awal bulan, selama dua bulan terakhir.
Di tingkat global, padahal, harga minyak dunia terpantau mulai melandai pada perdagangan awal pekan ini, per Senin (30/10/2023). Minyak jenis Brent berhenti di US$89,46/barel, turun 1,12 persen dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Dalam sebulan terakhir, harga Brent turun 0,92 persen secara point to point (ptp).
Sementara itu, harga minyak jenis Light Sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertengger di US$84,43/barel, turun 1,11%. Selama sebulan ke belakang, harga WTI anjlok 2,57% ptp.
Di SPBU Pertamina, bensin standar RON 92 alias Pertamax sejak awal Oktober naik Rp700/liter di wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp14.000/liter, dari sebelumnya Rp13.300/liter. Kemudian, Pertamax Green 95 menjadi Rp16.000/liter dari posisi bulan September Rp15.000/liter.
Jenis RON 98 atau Pertamax Turbo naik Rp800/liter, dari posisi sebelumnya Rp15.900/liter pada September 2023 menjadi Rp16.600/liter.
“Walaupun kondisi harga minyak dunia [cenderung] menurun, masih ada pendorong kenaikan harga lain seperti rupiah yang melemah dan harga tanker yang meningkat,” terang Ahmad ihwal alasan harga BBM nonsubsidi tidak mungkin turun lagi dalam waktu dekat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana akhir pekan lalu mengatakan, jika nantinya operator SPBU kembali menaikkan harga BBM nonsubsidinya pada 1 November, pemerintah akan tetap melakukan evaluasi terlebih dahulu.
“Ada kan [batasan harga BBM nonsubsidi]. Nanti disampaikan pemerintah, meskipun bukan disetujui ya. Ada batasan dari pemerintah, yang artinya [harga BBM nonsubsidi] tidak boleh lebih dari batasan tersebut,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (27/10/2023).
Aturan batas harga BBM itu termaktub dalam Keputusan Menteri ESDM No. 245/2022 tentang Perubahan Atas Kepmen ESDM No. 62/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU dan/atau Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
Formulasi batas harga BBM untuk jenis bensin di bawah RON 95 dan jenis minyak solar CN48 adalah (10x90) x (MOPS atau Argus + Rp1.800/liter). Adapun, rumus batas harga bensin RON 95, 98, dan solar CN51 adalah (10x90) x (MOPS atau Argus + Rp2.000/liter).
Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus merupakan bagian biaya perolehan atas penyediaan BBM jenis bensin dan minyak Solar dari produksi kilang dalam negeri dan/atau impor sampai dengan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), yang mencerminkan harga produk.
-- Dengan asistensi Sultan Ibnu Affan
(wdh)