Logo Bloomberg Technoz

Innovative Credit Scoring Hadirkan Persaingan Tidak Kompetitif

Rezha Hadyan
22 March 2023 11:53
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Penggunaan Innovative Credit Scoring (ICS) diharapkan berperan dalam memperluas inklusi keuangan di Indonesia.  Di sisi lain, sistem ini juga berpotensi memunculkan persaingan yang kurang kompetitif.

Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya menyebut terdapat sekitar 19 operator ICS di Indonesia. Mereka beroperasi dengan dasar yang relatif sama.

"Namun praktik ICS di negara-negara yang sudah lebih dulu menggunakannya, seperti Amerika Serikat dan China sudah membuktikan adanya potensi persaingan yang kurang kompetitif,” katanya melalui keterangan resmi yang diterima oleh Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (22/3/2023).

Penelitian CIPS terbaru menyebut, tiga agen pelaporan kredit nasional Amerika Serikat (AS), yaitu Equifax, Experian, dan Transunion, mendominasi industri. Mereka memiliki basis data besar yang mencakup lebih dari 200 juta warga. 

Trissia melanjutkan, mereka tidak hanya menyimpan data tradisional, tetapi juga data alternatif, seperti tagihan telepon, data pajak, dan pembayaran sewa dengan membawa biro kredit kecil ke dalam sistem mereka. Mereka mendapatkannya dengan membeli data dari lembaga independen.

Sementara di China, sejak didirikan pada 2015, pertumbuhan Alibaba telah melebihi bank dan institusi milik negara. Berkat platform hubungan multi-industrinya, Alibaba telah unggul dalam penggunaan dan pengendalian data. 

“Perusahaan dapat menawarkan produk dan layanan yang lebih tepat jika mereka memiliki lebih banyak kapasitas untuk memproses data dan mengakses data yang lebih luas,” jelasnya, sembari menambahkan bahwa hal ini sebenarnya menciptakan insentif yang berlawanan.

Karena perusahaan bekerja untuk memperoleh lebih banyak data alternatif untuk meningkatkan penawaran mereka, terdapat kecenderungan mencari pangsa pasar yang lebih besar. Tujuannya untuk mempertahankan kendali atas data tersebut.

Hal ini berpotensi menimbulkan praktik bisnis restriktif dan persaingan tidak sehat di pasar, seperti monopoli atau oligopoli. Selain itu, dapat pula mempersempit opsi konsumen. Pasalnya konsumen harus terus bertransaksi di situs tertentu yang berafiliasi dengan Alibaba. demi mempertahankan credit score yang tinggi.

Untuk mencegah adanya dominasi pasar dan praktik bisnis ICS yang restriktif, Trissia merekomendasikan perlunya kolaborasi dan koordinasi aktif antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

OJK dapat memulai dengan meninjau pembaruan bisnis, model, dan operasi semua operator ICS yang terdaftar. "OJK harus bekerja sama dengan KPPU dan pemangku kepentingan terkait untuk menilai hambatan masuk di sektor ini dan memperbarui secara berkala akuisisi dan transfer aset produktif serta menginformasikan KPPU tentang potensi penyimpangan," tuturnya.

Kemudian, OJK juga harus mendorong perusahaan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan otoritas privasi data dan perlindungan konsumen. Hal ini penting untuk mengembangkan standar dan langkah-langkah perlindungan mengatasi risiko atas penggunaan data tanpa merusak kegunaannya. 

Trissia menyebut, upaya pembagian peran dan tanggung jawab atau co-regulation dengan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) juga perlu dilakukan.

Tidak hanya penggunaan data, tapi juga koleksi datanya. Kita tidak mengetahui seberapa banyak data yang telah dikumpulkan oleh data controller. Pun seberapa banyak data yang telah diakses oleh ICS sebagai data processor.

OJK juga harus mengklarifikasi peraturan yang mengatur jenis data, penggunaan data, petugas perlindungan data, serta menjelaskan bagaimana tanggung jawab pengontrol data dan pengolah data.

Teknik khusus untuk mencapai keseimbangan antara melindungi konsumen dari penyalahgunaan data mereka dan menghilangkan kegunaan data besar, dua tujuan yang tampaknya bertentangan, sangatlah penting. 

"Salah satu langkah konkrit yang dapat dilakukan adalah membuat standar khusus sektoral untuk minimalisasi data guna meningkatkan kredibilitas dan meminimalkan risiko yang ditimbulkan terhadap subjek data," pungkasnya.

(rez/wep)