Dalam pernyataan pada Sabtu malam, Hamas menyebut keputusan Netanyahu “merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kesepakatan gencatan senjata serta pengingkaran terhadap komitmen yang telah disampaikan kepada mediator dan pihak penjamin.”
Hamas juga menegaskan bahwa penutupan perbatasan Rafah akan menghalangi masuknya peralatan yang dibutuhkan untuk mencari dan menemukan jenazah sandera di bawah reruntuhan bangunan, sehingga memperlambat proses pemulihan dan penyerahan jenazah kepada pihak Israel.
Israel mengatakan pada Sabtu malam bahwa mereka telah menerima dua jenazah tambahan, sehingga total 12 dari 28 jenazah telah diserahkan dalam kerangka kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera yang dimediasi AS pekan lalu.
Perang telah menimbulkan bencana kemanusiaan di Gaza. Hampir seluruh penduduknya terpaksa meninggalkan rumah, kelaparan meluas sebagaimana dikonfirmasi lembaga pemantau kelaparan global, sementara otoritas kesehatan kewalahan menangani korban.
Perselisihan soal pemulangan jenazah dan distribusi bantuan kemanusiaan mencerminkan rapuhnya gencatan senjata, serta berpotensi menggagalkan kesepakatan tersebut bersama sejumlah isu besar lain yang tercantum dalam rencana 20 poin Trump untuk mengakhiri perang.
Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Hamas telah membebaskan 20 sandera Israel yang masih hidup setelah dua tahun penahanan, dengan imbalan pembebasan hampir 2.000 tahanan dan narapidana Palestina di Israel.
(del)
