Logo Bloomberg Technoz

Dikecam Nakes dan Elemen Masyarakat, UU Kesehatan untuk Siapa?

Ruisa Khoiriyah
13 July 2023 08:10

Aksi unjuk rasa tenaga medis menentang RUU Kesehatan di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (11/7/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Aksi unjuk rasa tenaga medis menentang RUU Kesehatan di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (11/7/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ketok palu dalam gelar Sidang Paripurna DPR-RI, Selasa 11 Juli lalu, yang mengesahkan beleid kontroversial RUU Kesehatan menjadi Undang Undang baru, menjadi puncak dari kontroversi yang telah berlangsung berbulan-bulan menyuarakan penolakan omnibus law sektor kesehatan tersebut. 

Protes keras dari para tenaga kesehatan, dokter dan perawat, juga elemen masyarakat sipil bak angin lalu ketika parlemen bersepakat dengan pemerintah meloloskan regulasi yang baru masuk Prolegnas pada Februari tersebut.

Hanya perlu waktu 5 bulan saja bagi Undang-Undang yang diinisiasi oleh DPR itu untuk disahkan. Waktu yang tergolong super singkat untuk regulasi yang mengkompilasi sejumlah aturan perundang-undangan sektor kesehatan yang sudah ada di mana sebanyak sembilan UU dicabut dan empat UU diubah.

Sembilan Undang-Undang itu antara lain UU No. 4/1984 tentang Wabah Kesehatan Menular, UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU No. 36/2004 tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38/2014 tentang Keperawatan, UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan UU No. 4/2009 tentang Kebidanan.

Proses pengajuan beleid sampai dengan pengesahan yang tergolong singkat kendati banyak menuai protes mengingatkan publik pada pola yang sama ketika pemerintah dan DPR meloloskan Undang-Undang Cipta Kerja alias omnibus law Cipta Kerja ketika pandemi Covid-19 tengah genting-gentingnya sekitar Oktober 2020.