Selain itu, uji jalan tersebut juga diharapkan akan memberikan gambaran menyeluruh dampak penggunaan B50 terhadap mesin kendaraan, sehingga produsen kendaraan dapat menyesuaikan spesifikasi mesin dan mempersiapkan suku cadang yang kompatibel.
“Jadi, secara teknis dan kebijakan, target tersebut realistis tetapi memerlukan percepatan kerja lintas sektor agar tidak hanya sekadar terpenuhi secara administratif, melainkan juga aman secara teknis dan ekonomis,” tegas dia.
Untuk diketahui, pemerintah berencana memangkas ekspor CPO sebesar 5,3 juta ton pada 2026 guna menyokong program mandatori B50.
Kementerian Pertanian mencatat produksi CPO Indonesia mencapai sekitar 46 juta ton/tahun, tetapi hanya 20 juta ton yang digunakan untuk diproses di dalam negeri. Adapun, 26 juta ton lainnya masih dijual untuk pasar ekspor.
Dalam perkembangannya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melempar opsi penerapan domestic market obligation (DMO) untuk minyak sawit khusus untuk bahan baku biodiesel, seiring dengan akan dilakukannya pemangkasan ekspor CPO tersebut.
Menurut Bahlil, jika opsi pemangkasan ekspor CPO dipilih, pemerintah akan menyiapkan kebijakan pengaturan pasokan minyak sawit yang diperuntukkan untuk industri dalam negeri dan yang akan di ekspor.
“Nah, kalau alternatif ketiga yang dipakai, memangkas sebagian ekspor, maka salah satu opsinya adalah mengatur antara kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Itu di dalamnya adalah salah satu instrumennya DMO,” kata Bahlil kepada awak media, di kantor Kementerian ESDM, Selasa (14/10/2025).
Bahlil mengatakan penerapan mandatori B50 pada semester II-2026 akan menambah kebutuhan CPO untuk sektor energi.
Dia menyatakan terdapat tiga opsi yang akan ditempuh untuk memenuhi pasokan CPO tersebut, yang salah satunya melalui pembatasan ekspor dan penerapan DMO.
Opsi lainnya, kata Bahlil, adalah memaksimalkan produksi CPO dengan mengintensifkan perkebunan sawit. Opsi ketiga, mempercepat pembukaan lahan perkebunan sawit baru di Indonesia.
Awal Desember
Sementara itu, Direktur Jendera Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi memastikan uji jalan atau road test biodiesel B50 akan dimulai pada awal Desember 2025, ditujukan untuk sektor public service obligation (PSO) dan non-PSO.
Dia menjelaskan B50 yang akan diujicobakan memiliki komposisi 50% FAME murni dan 50% solar.
“Insyallah B50 memang kita rencanakan untuk awal Desember, uji kendaraannya itu semuanya PSO dan non-PSO jadi ada seluruh sektor sektor,” kata Eniya ketika dihubungi Bloomberg Technoz, Jumat (14/11/2025).
Eniya menturkan bahwa uji jalan B50 akan dilakukan pada kendaraan atau sektor otomotif, genset, sektor pertambangan, sektor perkapalan, alat dan mesin pertanian (alsintan), hingga kereta api.
“Jadi semua PSO, non-PSO,” dia mengonfirmasi.
Kementerian ESDM mencatat total produksi biodiesel untuk memenuhi kebutuhan B40 berada sekitar 15,7 juta kiloliter (kl). Untuk B50, ESDM memprediksi program tersebut akan menghabiskan biodiesel sekitar 19 juta hingga 20 juta kl.
Dengan begitu, Indonesia membutuhkan tambahan produksi sekitar 4 juta kl FAME untuk menjalankan B50.
Dalam perkembangannya, mandatori biodiesel B40 pada tahun ini saja telah beberapa kali dikeluhkan oleh berbagai pelaku industri sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Mandatori tersebut padahal akan makin ditingkatkan menjadi B50 awal tahun depan.
Berbeda dengan B35, B40 tidak sepenuhnya didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui dana hasil pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau CPO.
Sebagai perbandingan, pendanaan biodiesel B40 dari BPDPKS hanya diberikan untuk sektor pelayanan publik atau PSO dengan volume sebanyak 7,55 juta kl.
Adapun, sisanya untuk segmen biodiesel B40 non-PSO sebanyak 8,07 juta kl dijual dengan harga nonsubsidi. Hal ini berbeda dengan skema pendanaan program biodiesel sebelumnya yang diberikan untuk seluruh volume produksi, tidak hanya untuk PSO.
(azr/wdh)
